News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik APBD DKI Jakarta

Beda Anies dan Ahok Soal Transparansi, Ima Mahdiah Sebut Gubernur DKI Jakarta Insecure

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP Ima Mahdiah saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).

TRIBUNNEWS.COM - Ima Mahdiah, Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDID, menyebut Gubernur DKI Jakarta insecure.

Hal tersebut diungkapkan Ima pada acara Mata Najwa, Rabu (7/11/2019) malam menanggapi pernyataan Amin Subekti.

Amin Subekti adalah Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta.

Sebelumnya Amin Subekti menilai Pemeritah DKI Jakarta sudah transparan.

Hal tersebut dilihat dari keterlibatan publik.

"Kalau soal keterlibatan publik dari awal publik sudah terlibat. Tahapan anggaran ada 15 tahapan. Dimulai dari paling bawah ada rembug RW, kemudian ada input rencana kerja oleh perangkat daerah.

Amin Subekti (Tangkap Layar Youtube Najwa Shihab)

Kemudian ada proses musrenbang, ada proses konsultasi publik, setelah itu ditajamkan kembali, setelah itu dituangkan pada pergub RKPD, kemudian disampaikan DPRD," jelasnya.

Gaya Anies Baswedan

Ia juga mengungkapkan gaya Anies Baswedan kala melihat adanya keganjilan terkait anggaran.

Anies Baswedan dinilai Amin Subekti justru akan memperbaiki semuanya dari dalam.

"Memang gayanya Pak Anis seperti itu. Ketika melihat sesuatu yang tidak pada level yang seharusnya seperti anggaran tadi, yang dilakukan adalah memperbaiki ke dalam. Kami melakukan penyisiran, banyak sekali ditemulan hal-hal seperti itu," ungkapnya.

Anies Baswedan Dinilai Insecure

Setelah Amin Subekti memaparkan pandangannya, Ima Mahdiah menanggapi.

Ia mengungkapkan harusnya masyarakat tidak sekedar mengusulkan, namun harus bisa melihat.

"Anggaran ini kan totalnya banyak, ada komponen sekitar 200 ribu. Masyarakat dari RT, RW, musrenbang, mereka mengusulkan, tapi mereka harus lihat, ini dianggarkan atau tidak," ucapnya.

Ia menambahkan pentingnya fungsi pengunggahan informasi rancangan anggaran.

"Jadi fungsi mengupload biar masyarakat jelas apa yang sudah dianggarkan dan apa yang belum," tuturnya.

Ima juga menilai Anies Baswedan insecure atau rasa tidak aman.

“Pak Anies kaya insecure. Apa yang ditutupin seperti itu? Kalau kita tidak ada apa-apa yasudah kita buka saja ke publik,” ucapnya.

Bandingkan Ahok dan Anies Baswedan

Ima mengungkapkan saat zaman pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, keterbukaan kepada masyarakat dengan mengunggah dokumen ke situs web sudah dilakukan sejak Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Ina Mahdiah (Tangkap Layar Youtube Mata Najwa)

Hal itu dilakukan sebelum berada pada tahapan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS).

"Dibuka bahkan sejak RKPD, sebelum ke KUA PPAS. Karena di sini masyarakat juga bisa tahu," ungkapnya.

Hal tersebut dinilai bisa meningkatkan partisipasi masyarakat.

"Waktu itu Pak Ahok bilang ‘kita upload karena biar keliatan, kalau di musrenbang sudah diusulkan, ketika di atas tidak dianggarkan, bisa menjadi informasi untuk gubernur’," ujarnya.

Ima menambahkan jika Anies Baswedan meniru langkah Ahok, tidak akan terjadi kehebohan di publik terkait rencana anggaran Pemprov DKI Jakarta.

"Sebenarnya kalau saja Anies mau terbuka dari zaman RKPD  dan KUA PPAS, yang seperti ini tidak akan terjadi," ucapnya.

Sebelumnya publik dihebohkan dengan temuan-temuan rancangan anggaran yang bernilai fantastis.

Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana menemukan kejanggalan ketika membedah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI yang tercantum dalam situs apbd.jakarta.go.id.

Kejanggalan tersebut adalah terkait anggaran sebesar Rp 82 miliar untuk membeli lem aibon bagi sekolah di Jakarta.

(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini