News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Sanksi Denda Rp 100 Juta hingga Pidana untuk Pelanggar PSBB Dianggap Keliru

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengemudi ojek online saat melintasi kawasan Thamrin , Jakarta Pusat, Selasa (7/4/2020). Berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta mulai 7 April 2020, pemerintah melarang transportasi daring khususnya sepeda motor untuk mengangkut penumpang. Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai diberlakukan di DKI Jakarta mulai Jumat (10/4/2020) hari ini.

Mobil pribadi dan motor tetap dapat dipergunakan namun dengan batasan tertentu. Bagi yang melanggar batasan itu dapat diancam dengan sanksi pidana dan denda sesuai Pasal 27 Pergub DKI No.33/2020.

Namun praktisi hukum Ricky Vinando yang juga alumni Universitas Jayabaya menganggap penerapan sanksi pidana dan denda melalui pasal 27 tersebut keliru adanya.

"Keliru total jika Pasal 27 Pergub DKI No.33/2020 menyebut yang melanggar saat PSBB bisa dikenakan sanksi menurut perundang-undangan termasuk pidana. Karena satu-satunya yang menjadi rujukan pasal 27 terkait pidana, tak lain dan tak bukan yaitu hanya Pasal 93 UU No.6/2018," ujar Ricky, ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (10/4/2020).

Baca: Kemenag Imbau Umat Islam Tidak Selenggarakan Buka Puasa Bersama Selama Ramadan

Dia menilai Pasal 93 UU No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan tak memiliki kaitan dengan PSBB.

Apalagi Pasal 93 hanya bisa diterapkan saat terjadi pelanggaran dengan status karantina wilayah atau karantina rumah sakit, dan bukannya PSBB.

Baca: Mulai Hari Ini, KRL Commuter Line Hanya Beroperasi Sampai Pukul 18.00 WIB

"Kenyataannya pemerintah tak menerapkan status karantina wilayah ataupun karantina rumah sakit, tapi PSBB kan. Sehingga siapapun yang melanggar saat PSBB tak ada sanksi hukum apapun yang bisa diterapkan. Kalau diterapkan itu melanggar asas legalitas dalam hukum pidana," jelasnya.

Baca: Umat Katolik Diimbau Ikuti Misa Paskah Via Online

Ricky mengatakan Pasal 93 UU No.6/2018 juga tak pernah memberikan legitimasi bagi polisi untuk dapat melakukan penindakan atau penegakkan hukum pidana saat PSBB diterapkan, namun terjadi pelanggaran saat PSBB berlangsung.

Yang bisa ditindak hanya jika terjadi pelanggaran Pasal 54 atau Pasal 57 terkait karantina wilayah atau karantina rumah sakit.

Ricky menambahkan jika pasal soal karantina wilayah dan rumah sakit menjelaskan penjagaan terus menerus dilakukan oleh petugas karantina dan polisi.

Artinya, penegakan hukum pidana hanya limitatif yaitu hanya jika ada pelanggaran saat karantina wilayah atau rumah sakit. Kalimat itu sendiri tak tercantum dalam Pasal 59 UU 6/2018 yang mengatur khusus mengenai PSBB.

"Artinya Pasal 27 Pergub DKI No.33/2020 tak bisa dijadikan dasar untuk menegakkan Pasal 93 UU No.6/2018 soal pelanggaran Kekarantinaan Kesehatan. Karena Pasal 93 UU No.6/2018 soal pelanggaran Karantina Kesehatan hanya dapat diberlakukan sepanjang menyangkut Pasal 54 tentang karantina wilayah atau 57 karantina rumah sakit," kata dia.

Oleh karenanya, Ricky menilai tak ada sanksi pidana atau denda yang bisa dikenakan apabila ada pelanggaran saat PSBB berlangsung. Sanksi itu hanya bisa dikenakan apabila pemerintah menerapkan karantina wilayah atau rumah sakit.

"Jadi sudah jelas sekali, tak ada yang bisa disanksi jika ada yang melanggar saat PSBB berlangsung. Siapapun itu baik mobil, motor, maupun perkantoran, baik menurut UU 6/2018, PP 21/2020, dan Permenkes 9/2020 tak ada yang mengatur melanggar saat PSBB bisa dipidana, UU 6/2018 tak ada kata penjagaan polisi saat PSBB. Jadi Pasal 27 Pergub No.33/2020 tak berdasarkan hukum," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta berlaku mulai Jumat (10/4/2020).

Resminya penerapan PSBB tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 demi memutus penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19.

PSBB mulai Jumat hingga dua pekan ke depan, yakni 23 April 2020.

Dalam ketentuannya, Gubernur Anies Baswedan mengatakan, mobil pribadi dan sepeda motor tetap boleh dipergunakan tapi dengan batasan khusus.

Bagi yang melanggar, kata Anies, sudah tertuang dalam Pasal 27 di Pergub tersebut, diancam sanksi pidana dan denda.

"Sesuai dengan Pasal 93 Jo Pasal 9 UU Nomor 6 Tahun 2018 terkait karantina kesehatan, sanksi satu tahun (penjara) dan denda Rp 100 juta," kata Anies dalam konferensi pers melalui Youtube Pemprov DKI, Kamis (9/4/2020).

Pada pergub tersebut, khususnya poin sektor transportasi Pasal 18, Anies menjelaskan, aturan main angkutan umum, mobil pribadi, dan sepeda motor selama PSBB Jakarta bergulir.

Pada prinsipnya moda transportasi dilakukan pembatasan sementara.

Untuk moda angkutan umum kapasitasnya dibatasi 50 persen dan jam operasionalnya hanya dari pukul 06.00 WIB dan 18.00 WIB.

Untuk mobil pribadi, tetap diperbolehkan beroperasi namun beberapa syarat seperti yang tertuang dalam Pasal 18 ayat (4) Pergub 33 Tahun 2020.

Intinya, pengguna mobil pribadi wajib memenuhi syarat yang telah ditentukan, yaitu:

a. digunakan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan/atau aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB.

b. melakukan disinfkesi kendaraan setelah selesi digunakan.

c. menggunakan masker di dalam kendaraan.

d. membatasi jumlah orang maksimal 50 persen dari kapasitas kendaraan, dan

e. tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit."

"Dalam satu kendaraan jumlah penumpang yang bisa naik bersamaan dibatasi. Bila jumlah kursinya untuk enam orang maka maksimal hanya tiga orang, dan semua di dalam mobil wajib pakai masker," kata Anies.

Sepeda Motor

Kemudian, terkait penggunaan sepeda motor, Anies menjelaskan, juga tetap boleh beroperasi tapi hanya boleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti membeli sembako.

"Untuk kendaraan roda dua diizinkan menjadi sarana angkutan dan hanya dibolehkan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau bekerja di sektor yang telah dizinkan," ucap Anies.

Bila dilihat dari regulasinya, pengaturan untuk motor tertuang dalam Pasal 18 ayat 5, yakni;

"Pengguna sepeda motor pribadi diwajibkan untuk mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. digunakan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan/atau aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB;

b. melakukan disinfeksi kendaraan dan atribut setelah selesai digunakan,

c. menggunakan masker dan sarung tangan; dan

d. tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit."

Ojol

Sedangkan untuk ojek online (ojol) sendiri, menurut Anies tetap dizinkan beroperasi, tapi hanya untuk kendaraan barang, bukan untuk mengangkut penumpang.

Namun, Anies mengatakan sedang berupaya memfasilitasi agar tetap bisa beroperasi normal, dalam arti tetap bisa mengangkut orang.

Tetapi, masih menunggu keputusan dari Menteri Kesehatan (Menkes).

"Kemarin dalam pembicaraan dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kami sudah berbicara untuk bisa diizinkan, tetapi karena belum ada perubahan dari Menkes, maka harus sejalan dengan rujukan dulu," ujar Anies.

Artinya, pelarangan mengangkut orang masih bersifat sementara, sampai ada keputusan lanjutan dari Kementerian Kesehatan.

"Dengan demikan, ojol boleh mengantar barang dan tidak untuk orang, apabila ada perubahan akan disesuaikan dalam Pergub ini," kata dia.

Lebih lanjut dia meminta seluruh warga DKI untuk bisa mematuhi PSBB yang akan berlangsung dari tanggal 10 hingga 23 April 2020 mendatang. Setelah itu, akan ada evaluasi kembali apakah dilanjut atau tidak.

"Ini adalah keputusan besar tapi mudah-mudahan bukan keputusan yang berat untuk semua. Seluruh masyarakat berkewajiban untuk mematuhui untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 karena Jakarta sudah menjadi epicenter," ujar Anies.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini