"Itu fakta yang memang tidak bisa dipungkiri," ucap Tubagus.
Orang-orang Gentlemen
Tubagus menilai, dalam kasus ini ada sisi lain yang menunjukkan bahwa anak buah John Kei yang terlibat pidana sangat gentlemen.
"Mereka itu orang-orang gentlemen. Mereka itu, sepengetahuan pengalaman saya ketika habis melakukan (eksekusi, red), mengakui saya yang melakukan. Itu budaya di mereka," kata Tubagus.
Tubagus lalu menceritakan pengalamannya selama berdinas sebagai reserse dan berulangkali menangani kasus serupa, hampir tidak pernah ada pelaku yang menolak mengakui perbuatannya.
"Memang komitmen dan gentlemennya masih ada sisi positifnya. Yang saat ini terjadi pun mengakui. Ada satu poin, nilai tertinggi di kelompok seperti itu adalah loyalitas, kesetiaan."
"Kesetiaan terganggu maka itu akan muncul. Nilai tertinggi di antara mereka itu kesetiaan," sambung Tubagus dalam penjelasannya.
Kata Tubagus, dalam kasus ini ada beberapa petunjuk, bahwa masalah hanya di antara Nus Kei dengan John Kei.
Menurut dia, kurang masuk akal jika tidak ada perintah John Kei jika tiba-tiba anak buahnya menyerang Nus Kei dan orang-orangnya.
"Sehingga kalau kita mengatakan anak buahnya (John Kei, red) melakukan satu serangan, sedang dia tidak ada masalah (dengan Nus Kei, red) agak kurang logis."
Makanya, kata Tubagus, dalam melihat masalah ini tidak bisa sepotong-sepotong, karena satu peristiwa dengan peristiwa lain satu rangkaian.
"Rangkaiannya sudah jelas dan nyata," tegas Tubagus.
Penjelasan Tubagus sekaligus meluruskan pendapat kriminolog, bahwa seorang anak buah berani mengakui perbuatannya untuk menutupi keterlibatan pimpinannya.
Agak sedikit berbeda dalam kasus ini, urai Tubagus, di mana anak buah John Kei melakukan penganiayaan dan penyerangan demi menegakkan kehormatan pemimpinnya, John Kei.