TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta, A Riza Patria, menyayangkan tidak ditunjuknya Bank DKI sebagai salah satu BPD untuk penempatan dana investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau dipanggil BP Jamsostek pada Semester 1 2020.
Apalagi penempatan dana investasi di Bank DKI baru terjadi pada Mei 2020 dan hanya sebesar Rp 400 milyar.
Jumlah dana investasi tersebut relatif kecil dibandingkan persentase iuran BP Jamsostek yang berasal dari wilayah DKI Jakarta.
“Padahal DKI Jakarta merupakan kontributor terbesar iuran BP Jamsostek nasional. Setidaknya ada 43 % iuran BP Jamsostek nasional berasal dari wilayah DKI Jakarta,” kata Ariza dalam Zoominari bertema “Diskusi Lintas Pemikiran: Peran Pemda dan Bank Pembangunan Daerah dalam Pengembangan Investasi dan Perluasan Kepesertaan BP Jamsostek” yang diadakan oleh Masyarakat Peduli BPJS (MP BPJS), Rabu (30/9/2020) malam.
Baca: Terima SMS dari BP Jamsostek? Berikut Cara Konfirmasi Notifikasi Penerima BLT Rp600.000
Ariza juga menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta telah berperan dalam mensukseskan program BP Jamsostek seperti pada tahun 2020 telah membayarkan iuran BP Jamsostek untuk pekerja non-ASN hingga lebih dari Rp 200 miliar.
Di samping itu, ia menambahkan bahwa Pemprov DKI Jakarta juga mempunyai payung hukum yang mendukung program BP Jamsostek yakni Pergub Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 200 Tahun 2016 Tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Pekerja Melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
“Kami berharap agar peran Pemprov DKI Jakarta dalam mensukseskan program Jamsostek harus direspons secara serius oleh pihak terkait agar menjadi sinergis dalam mendukung program pembangunan tidak saja distribusi dana investasi BP Jamsostek melalui perbankan daerah melainkan juga bisa mendukung program BUMD strategis lainnya di wilayah DKI Jakarta,” katanya.
Di forum yang sama, Ketua Umum Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kornas MP BPJS), Hery Susanto mengatakan pendapatan investasi dana BP Jamsostek memberikan imbal hasil kepada peserta Jaminan Hari Tua (JHT) yakni sebesar 7 persen (data bpjstku 2020).
Angka imbal hasil ini lebih tinggi sekitar 2 persen dibandingkan rata-rata bunga deposito bank pemerintah.
Angka tersebut merupakan bentuk tanggung jawab BP Jamsostek kepada pesertanya bukanlah tanggung jawab pihak perbankan.
“Tidak tepat jika direksi BP Jamsostek meminta bunga tinggi ke BPD hingga sebesar lebih dari 7% untuk menempatkan dana investasinya, semisal ke Bank DKI. Bunga dari investasi dana BP Jamsostek berupa penempatan deposito ke BPD dengan besaran sesuai BI rate itu sudah bagus. BP Jamsostek jangan meminta bunga deposito terlalu tinggi hingga di atas 7% ke BPD.
Sebab jika bunga terlalu tinggi hingga di atas 7% pihak BPD pasti akan membebankan lebih besar lagi bunganya ke pihak debitur. Dampaknya bisa memberatkan debitur yang meminjam dana ke pihak BPD yang kebanyakan para ASN, UMKM dan lainnya,” kata Hery Susanto.
Kasus tidak adanya penempatan dana investasi BP Jamsostek ke Bank DKI pada semester 1 2020 ini menurut Hery Susanto merupakan tidak proporsional dan berkeadilannya direksi BP Jamsostek dalam penempatan dana investasi ke BPD.
Ia mempertanyakan mengapa dari 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD), terdapat 7 BPD (Bank DKI, Bank Kalsel, Bank Kaltim, Bank Kalbar, Bank DIY, Bank Papua dan Bank Sumsel Babel) yang tidak mendapatkan penempatan dana investasi BP Jamsostek pada tahun 2020.