“Padahal DKI Jakarta merupakan wilayah yang berkontribusi hingga 43 % dari iuran BP Jamsostek secara nasional dan ini iuran terbesar hampir 30 triliun dari total penerimaan iuran nasional BP Jamsostek sebesar Rp 70 triliun di tahun 2019. Kami siap tantang debat terbuka para direksi BP Jamsostek atas kebijakan mereka yang tidak proporsional dan berkeadilan dalam pengelolaan dana investasi tersebut,” katanya.
Namun, menurut Anggota Dewan Pengawas (Dewas) BP jamsostek, Poempida Hidayatullah, yang juga sebagai salah satu narasumber dari diskusi tersebut, penempatan dana investasi di bank seharusnya lebih menekankan pada manfaat timbal balik yang dapat diperoleh oleh kaum buruh, dan menghindari deal-deal di luar praktik yang good governance.
"Kami memastikan penempatan dana ke perbankan harus memenuhi skoring layak atau tidak untuk mendapatkan dana investasi. Kenapa BP Jamsostek tidak menempatkan dananya ke 7 BPD se-Indonesia termasuk Bank DKI, dirinya mengatakan akan cek kondisi sebenarnya mengapa sampai terjadi itu," ujarnya.
“Sebenarnya kita bisa tanyakan kepada bank-bank sebelum penempatan dana investasi BP Jamsostek, bisakah memberikan manfaat bagi kesejahteraan buruh seperti kredit ringan atau KPR murah bagi buruh? Jadi ini tatanan yang harus disiapkan. Sehingga penempatan dana memang berdasarkan manfaat bagi buruh,” kata Poempida menambahkan.
Menurutnya sikap kritis terhadap BP Jamsostek dalam mengelola dana pekerja harus digelorakan agar berpihak terhadap pekerja bukan membiarkan potensi terjadinya mafia investasi.
“Saya sudah sering mengatakan bahwa tidak ada hal yang harus ditutupi membahas investasi dana BP Jamsostek sebab harus menjalankan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas sesuai prinsip BPJS,” katanya.
Pembicara lainnya, Subiyanto Pudin selaku anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) RI mengatakan pihaknya mendorong terbentuknya komite investasi BPJS agar bisa mengontrol pengelolaan dana investasi BP Jamsostek.
Pengelolaan dana investasi BPJS agar tidak dikelola sendiri oleh direksi investasi melainkan juga di awasi oleh komite investasi DJSN agar tidak menyimpang dan harus melibatkan peserta.
Ia pernah mempertanyakan ke direksi BP Jamsostek mengapa ada 7 BPD yang tidak mendapatkan dana investasi BP Jamsostek, namun akunya menyayangkan jawabannya tidak jelas.
Prinsip BPJS ke 9 bahwa hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar besar kepentingan peserta itu harus menjadi pedoman utama dalam pengelolaan dana BP Jamsostek.
“Jadi imbal hasil penempatan dana investasi BP Jamsostek 1% diatas suku bunga bank Himbara saja sudah bagus. Justeru dengan penempatan dana investasinya di BPD, BP Jamsostek harus melibatkan peran pemda dan BPD agar berkorelasi dengan program BP Jamsostek khususnya perluasan kepesertaan. Harus diakui perluasan kepesertaan BP Jamsostek belum optimal, sebab selama ini dinilai tidak ada progres penambahan pesertanya yang signifikan,” pungkasnya.