"Lamanya penanganan kasus di tingkat kepolisian selama ini menunjukan betapa melelahkan bagi anak-anak korban dalam memperjuangkan keadilan bagi dirinya yang menjadi korban kekerasan seksual," kata Tigor.
Pengalaman ini, lanjutnya, seharusnya menjadi pelajaran dan kesadaran negara juga masyarakat berpihak kepada korban yang haknya dihancurkan para predator.
"Selayaknya anak mendapatkan perlindungan dan pendampingan agar bisa hidup dan berkembang secara baik di negeri ini," paparnya.
Baca: Dugaan Kekerasan Seksual di Bandara Soekarno-Hatta Mengemuka, Kimia Farma Ikut Telusuri Kasus Itu
Diketahui, tersangka kekerasan seksual terhadap anak-anak jemaat gereja adalah oknum pengurus gereja berinisial SPM.
SPM telah ditetapkan sebagai tersangka kekerasan seksual terhadap anak-anak yang berada dalam naungannya dalam kegiatan gereja di Paroki Herkulanus.
Penetapan SPM selaku tersangka diawali oleh laporan 2 orang korban plus 1 saksi korban pada Mei 2020.
Tigor menjelaskan laporan tersebut dibuat oleh korban dengan bantuan pihak gereja yang menyatakan berkomitmen tak akan menutup-nutupi kasus yang menjerat SPM.
Baca: Pengakuan Siswi SMP Dilecehkan Driver Ojol, Memutuskan Uninstall Aplikasi Saat Dapat Ojol yang Sama
Kasus ini sebetulnya telah terjadi dalam kurun awal 2018 hingga Desember 2019 lalu.
Seperti dalam kasus yang terlebih dulu dilaporkan, korban dalam kasus baru ini sama-sama dijebak oleh SPM di perpustakaan gereja, sebelum diintimidasi, diancam, dan dicabuli paksa.
Tigor menyebut setidaknya lebih dari 20 anak menjadi korban kekerasan seksual oleh SPM di Gereja Herkulanus.
Namun mayoritas sulit dilaporkan ke polisi karena susahnya mencari alat bukti dan beberapa korban maupun orangtuanya belum siap secara psikis.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)