TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta mengklaim, hunian DP 0 rupiah yang digagas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sangat diminati masyarakat.
Namun demikian, tidak semua peminat bisa memiliki hunian vertikal itu, karena harus lolos verifikasi dan validasi berkas dahulu dari pihak perbankan.
“Peminat hunian DP Nol rupiah sangat tinggi. Namun demikian tentu harus dilakukan verifikasi dan validasi data administrasi maupun keuangan pemohon,” kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala DPRKP DKI Jakarta Sardjoko, Senin (19/10/2020).
Baca juga: Wagub Riza Patria Jawab Kritikan DPRD DKI Soal 3 Tahun Kepemimpinan Anies, dari Banjir - DP 0 Rupiah
Sardjoko mengatakan, verifikasi dan validasi dokumen dilakukan agar profil penerima manfaat sesuai target sasaran, sesuai aturan.
Misalnya memiliki KTP elektronik DKI Jakarta dan telah menetap di Ibu Kota minimal lima tahun.
Lalu, belum memiliki hunian sendiri, gaji setiap bulan Rp 4-7 juta, taat membayar pajak, memiliki rekening Bank DKI, dan sebagainya.
Sardjoko lalu mencontohkan, hunian di menara Samawa Pondok Kelapa, Jakarta Timur yang telah terjual hingga 457 unit atau 58,6 persen.
Sedangkan yang telah dihuni ada 278 unit.
Baca juga: 3 Tahun Anies Baswedan Jadi Gubernur DKI, Anggota Dewan Pertanyakan Nasib Rumah DP 0 Rupiah
Berdasarkan data terkini yang dia peroleh, proses unit fasilitas pemilikan rumah sejahtera (UFPRS) telah mencapai 637 orang.
Total pendaftar mencapai 23.939 orang, dan yang tidak lolos verifikasi ada 13.666 orang.
Kemudian yang masih menjalani proses di perbankan ada 52 orang, dan yang mendapat putusan dari bank ada 14 orang.
Semua itu dikatakan Sardjoko, untuk menjawab kritikan DPRD DKI Jakarta soal penyediaan hunian DP 0 rupiah belum maksimal.
Sebelumnya Dewan mengkritik selain masih banyak yang kosong, hunian yang dibangun DKI juga masih kurang dari kebutuhan yang ada.
Seperti yang diungkapkan anggota Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Ahmad Lukman Jupiter l.
Pria yang baru pertama kali menjadi anggota legislator ini menyoroti adanya 5 juta warga Jakarta yang belum memiliki hunian sendiri.