TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Buruh bersama elemen mahasiswa bakal kembali melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta pada Selasa (20/10/2020) hari ini.
Mereka menuntut Presiden Jokowi membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dinilai sangat merugikan kepentingan buruh.
Rencana demonstrasi ini rupanya tidak diikuti oleh elemen buruh dan mahasiswa dari kawasan Bogor.
Pantauan Wartakotalive, tidak ada pergerakan massa menuju Jakarta siang ini di Stasiun Bogor, Stasiun Cilebut, dan Stasiun Bojonggede.
Kondisi ketiga stasiun kereta api ini sepi. Arus penumpang masih dalam normal seperti hari biasa.
“Tidak ada pergerakan massa. Dari tadi pagi tidak ada lonjakan penumpang,” kata Wulan, petugas penjaga gate di Stasiun Bogor, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: Hari Ini Mahasiswa Kembali Berunjuk Rasa Menolak UU Cipta Kerja, Polisi Siagakan 6.000 Personel
Hal senada diungkapkan Didit Suhendar, petugas keamanan di Stasiun Bogor.
“Sejauh ini terpantau aman. Belum ada massa rombongan mahasiswa atau pelajar yang mau ikut demo di Jakarta,” ungkapnya.
Penjagaan di Stasiun Bogor juga seperti biasa. Tidak ada penempatan pasukan dari TNI-Polri.
“Hari ini tidak ada penjagaan khusus, hanya petugas keamanan organik saja,” jelasnya.
Kondisi serupa juga terjadi di Stasiun Cilebut dan Bojonggede.
Kedua stasiun ini juga sepi, tidak ada lonjakan penumpang.
Sejumlah kelompok akan berunjuk rasa bertepatan dengan momentum 1 tahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin, Selasa (20/10/2020).
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bakal menggelar aksi unjuk rasa penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja.
BEM SI bakal kembali menyuarakan mosi tidak percaya terhadap pemerintah pada momentum satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Maruf Amin.
"Aliansi BEM Seluruh Indonesia menyatakan akan kembali turun aksi untuk mendesak Presiden RI segera mencabut UU Cipta Kerja."
"Serta kami tetap menyampaikan #MosiTidakPercaya kepada pemerintah dan wakil rakyat yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat," ujar Koordinator Pusat Aliansi BEM SI Remy Hastian melalui keterangan tertulis, Senin (19/10/2020).
"Aksi akan dilaksanakan pada Selasa 20 Oktober 2020 pukul 13.00 WIB dengan estimasi massa aksi sebanyak 5.000 mahasiswa dari seluruh Indonesia," tambah Remy.
Remy mengatakan, aksi ini dilakukan untuk menegaskan penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.
Menurut Remy, UU ini dapat merampas hak hidup seluruh rakyat Indonesia, dan justru lebih banyak menguntungkan penguasa dan oligarki.
"Meskipun terjadi penolakan dari berbagai elemen masyarakat di seluruh Indonesia, kami sangat menyayangkan keputusan pemerintah yang justru menantang masyarakat untuk melakukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja," papar Remy.
Padahal menurutnya, pemerintah bisa untuk mencabut undang-undang tersebut dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Dirinya juga menyoroti permintaan dukungan dari Presiden Joko Widodo kepada Mahkamah Konstitusi untuk mendukung UU Cipta Kerja serta revisi terhadap UU MK.
"Hal tersebut memberikan kesan bahwa melakukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja bukan merupakan cara yang efektif," ucap Remy.
Aksi ini juga menurut Remy untuk mengecam berbagai tindakan represif dari aparat kepolisian pada massa aksi yang menolak UU Cipta Kerja.
"Serta berbagai upaya penyadapan terhadap para aktivis dan akademisi yang menolak UU Cipta Kerja," tutur Remy.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengimbau masyarakat yang akan berunjuk rasa di sejumlah tempat pada Selasa (20/10/2020) hari ini, berhati-hati terhadap para penyusup yang ingin mencari martir.
Mahfud MD mengungkapkan saat ini aparat penegak hukum dan aparat keamanan menengarai adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mencari martir atau korban dalam aksi unjuk rasa, untuk mengambinghitamkan pemerintah.
Hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam video yang diterima dari Tim Humas Kemenko Polhukam, Senin (19/10/2020).
"Kepada para pengunjuk rasa silakan berunjuk rasa."
"Silakan, tapi hati-hati jangan sampai ada penyusup yang mengajak anda bikin ribut."
"Atau teman anda nanti tiba-tiba menjadi korban karena ada penyusup yang ingin mencari martir," kata Mahfud MD.
Mahfud MD menegaskan, unjuk rasa dan demonstrasi dalam rangka menyampaikan aspirasi dijamin oleh konstitusi Undang-undang Dasar 1945, dan dijamin serta diatur sekaligus oleh Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998.
Oleh sebab itu pemerintah tidak melarang masyarakat berunjuk rasa selama mengikuti aturan.
"Unjuk rasa adalah menyampaikan aspirasi, memberi tahu kepada kepolisian, tidak harus minta izin."
"Cukup memberi tahu tempatnya di mana dan berapa massa yang akan dibawa perkiraannya. Harap tertib. Harap tertib," pinta Mahfud MD.
Mahfud MD juga mengingatkan seluruh aparat yang mengamankan aksi unjuk rasa, untuk tidak membawa peluru tajam.
Polri, katanya, mencium bakal ada penyusup yang mencari korban untuk dijadikan martir, sehingga apabila jatuh korban, maka pemerintah bisa dikambinghitamkan pihak-pihak tertentu.
"Kepada aparat kepolisian dan semua perangkat keamanan dan ketertiban, diharapkan untuk memperlakukan semua pengunjuk rasa dengan humanis."
"Jangan membawa peluru tajam," tegas Mahfud MD.
Mahfud MD juga mengingatkan seluruh aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi hari ini, untuk memperlakukan demonstran secara humanis dan penuh persaudaraan.
Menurut Mahfud MD, hal tersebut harus dilakukan mengingat para pengunjuk rasa tersebut merupakan warga negara Indonesia juga.
"Tetapi kepada yang akan mengacau dan diketahui akan mengacau dan ada bukti, supaya ditindak tegas," perintah Mahfud MD. (*)