News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisi B DPRD DKI Rapat di Puncak : FITRA, Wagub DKI Sampai Bupati Bogor Ade Yasin Buka Suara

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung DPRD DKI Jakarta di Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat kembali dibuka secara terbatas pada Senin (24/8/2020) pagi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lagi, DPRD DKI Jakarta lebih memilih membahas anggaran di Hotel Grand Cempaka, Jalan Raya Puncak, Bogor, Jawa Barat dibanding kantornya sendiri pada Rabu (21/10/2020) pagi.

Rapat kerja di luar kantor tersebut merupakan kali kedua.

Sebelumnya mereka menggelar rapat kerja di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (1/9/2020) lalu.

Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris DPRD DKI Jakarta Hadameon Aritonang membenarkan kabar itu.

Grand Cempaka Resort di Jalan Raya Puncak, Megamendung, Kabupaten Bogor. (TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy)

Menurutnya, rapat kerja itu digelar oleh Komisi B DPRD DKI Jakarta dengan agenda pembahasan dan pendalaman rancangan kebijakan umum APBD (KUPA) serta prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) Perubahan APBD tahun 2020.

Dia beralasan, rapat kerja dilakukan di luar kantor untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 karena peserta rapat cukup banyak.

“Perlu ruang terbuka untuk antisipasi penyebarluasan Covid-19 saja,” kata pria yang akrab disapa Dame ini pada Rabu (21/10/2020).

Dame mengatakan, langkah ini juga diambil karena mempertimbangkan sirkulasi udara bila rapat digelar di kantor.

Kata dia, kaca jendela di ruang kerja DPRD DKI Jakarta tidak bisa dibuka atau berbentuk kaca mati, karenanya DPRD memilih menggelar rapat di luar kantor

“Semua jendela sekarang kami buka. Kalau di kantor kan tertutup semua, tidak ada jendela dan kaca semua. Kalau di sini bisa dibuka,” dalihnya.

ilustrasi virus corona (Freepik)

Dia menjelaskan, rapat kerja itu hanya digelar selama satu hari pada Rabu (21/10/2020) saja.

Untuk peserta rapat juga cukup banyak dari beberapa satuan perangkat kerja daerah (SKPD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Untuk mitra kerja bidang Komisi B itu ada beberapa BUMD dan SKPD. Nanti koordinasi dengan Komisi B saja yah,” imbuhnya.

Peserta yang hadir tidak sampai 800 orang

Berdasarkan data yang diperoleh, acara itu dihadiri oleh 58 peserta rapat.

Rinciannya, 22 orang dari Komisi B DPRD DKI, enam orang dari Unit Pelaksana (UP) Gubernur DKI, tujuh Kepala Dinas, enam Kepala Suku Dinas dan 17 Direktur Utama BUMD, PD/PT.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi diagendakan hadir dalam rapat tersebut.

Soalnya politisi PDI Perjuangan itu menjadi Koordinator Komisi B DPRD DKI Jakarta.

Seperti diketahui, Komisi B dan Komisi C sebelumnya menggelar rapat di Restoran Pulau Dua Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (1/9/2020) lalu.

Agenda yang dibahas saat itu mengenai Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD).

Alasannya, pun sama yakni untuk menghindari penumpukan di gedung DPRD karena peserta rapat cukup banyak.

“Untuk ini saja sih, menghindari penumpukan di kantor saja, untuk antisipasi (penyebaran Covid-19) saja. (Rapat di gedung DPRD) nggak ada dan semua (di restoran) tatap muka,” ujar Dame pada Selasa (1/9/2020).

FITRA khawatir ada "kesepakatan gelap", terindikasi langgar regulasi

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, rapat kerja yang dilakukan DPRD di kawasan puncak, Bogor, Jawa Barat terindikasi melanggar regulasi.

Aturan yang kemungkinan dilanggar adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.

“Pembahasan di luar kota jelas terindikasi melanggar PP Nomor 12 tahun 2018. Itu ada di Pasal 91,” kata Sekjen FITRA Misbah Hasan pada Rabu (21/10/2020).

Dalam kesempatan itu, Misbah ragu dengan alasan DPRD yang menggelar rapat di luar kota untuk menghindari penyebaran Covid-19 di kantor. Dia menduga, ada beberapa faktor lain yang membuat mereka menggelar rapat di luar kota.

Di antaranya untuk mengejar serapan anggaran sehingga duit yang terserap lebih tinggi, kemudian dikhawatirkan ada kesepakatan ‘gelap’ atau anggaran ‘siluman’ yang ingin disisipkan di dalam komponen kegiatan.

“Program ini juga menciderai prinsip transparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran. Dengan penyelenggaraan APBD Perubahan di luar kota itu kan ada konsekuensi, terutama mengenai anggaran perjalanan dinas, akomodasi, penginapan dan mungkin ada honor. Jadi sebenarnya mungkin karena alasan itu,” ujar Misbah.

Baca juga: Wagub DKI Komentari Rapat Komisi B DPRD DKI di Puncak Bogor, Bantah Peserta 800 Orang

Menurutnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dapat melakukan pemeriksaan mengenai rapat kerja yang digelar di luar kota itu. Soalnya dalam Pasal 91 ayat 1 dijelaskan rapat DPRD dilaksanakan di dalam gedung DPRD.

Sedangkan ayat 2 menjelaskan, bila rapat DPRD tidak dapat dilaksanakan di dalam gedung DPRD, pelaksanaan rapat DPRD di luar gedung DPRD harus memperhatikan efisien dan efektivitas serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

“Jadi bisa diproses secara hukum karena ini kan pemborosan anggaran kan dan kalau melanggar PP berarti itu pelanggaran cukup serius,” jelasnya.

Sebagai representasi masyarakat di Parlemen di Kebon Sirih, harusnya rapat digelar di kantor agar masyarakat dapat mengawasi langsung pembahasan mengenai anggaran.

FITRA anggap janggal, alasan rapat di Puncak untuk hindari Covid-19

Sekjen FITRA Misbah Hasan menilai rapat di luar kota dengan alasan untuk menghindari Covid-19, jelas tidak masuk akal.

Menurutnya, bila DPRD DKI menghindari kemungkinan terpapar Covid-19, harusnya mereka menggelar rapat secara online.

Itu akan lebih aman dan tetap mengedepankan transparansi dan partisipasi masyarakat untuk mengaksesnya.

“Jadi pembahasannya dipublikasikan melalui live streaming sehingga masyarakat itu bisa melihat, memantau dan memberikan masukan terhadap pembahasan anggaran,” ujar Misbah.

Baca juga: Rapat Anggaran di Puncak,Hadir 800 Orang, Ternyata Tidak Ada Izin,Begini Pembelaan Komisi B DPRD DKI

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Budget Analys (CBA) Uchok Sky Khadafi meragukan, pembahasan APBD Perubahan selama satu hari dapat selesai dengan baik.

Bila itu terjadi, dia memandang legislatif adalah lembaga stempel demi mengesahkan rencana eksekutif.

“Kalau sehari rapat APBD, hanya minta stempel saja dong dari eksekutif ke legislatif. Tanpa membahas (mendalam) proyek per proyek, sama saja merugikan rakyat Jakarta,” ujar Uchok.

Menurutnya, rapat yang digelar hanya sehari tetap menguntungkan anggota DPRD DKI Jakarta.

Selain mendapat uang saku yang lebih besar, Uchok menduga ada potensi memasukkan program-program siluman pada perubahan APBD DKI 2020 ini.

“Kalau dewan sih, pasti untung, makanya mereka setuju. Harusnya dibuka dulu ke publik, APBD tersebut, jangan asal oke-oke saja. Siapa tahu, terselip program selundupan yang seringkali terjadi,” jelasnya.

Wagub DKI : Hanya Rapat Anggaran, Biasa Saja

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menilai, agenda rapat kerja DPRD DKI dengan Pemprov DKI terkait anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (APBD-P) 2020 merupakan agenda rutin dan hal yang biasa.

Tak terkecuali bila rapat itu digelar di luar daerah di tengah pandemi Covid-19.

“Itu kan rapat terkait pembahasan anggaran. Itu rutin saja terkait APBD. Tidak ada yang luar biasa begitu,” kata Ahmad Riza di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur pada Kamis (22/10/2020) malam.

Bantah dihadiri 800 orang

Ahmad Riza Patria juga membantah kabar soal jumlah peserta rapat yang mencapai 800 orang.

Politisi dari Partai Gerindra ini menyebut, jumlah orang yang datang sekitar 500 orang.

“Nggak sampai 800 orang, kan itu rapat antar komisi di tempat yang beda-beda seperti di ruangan ini kumpul 50 orang. Kemudian di ruangan lain juga ada yang rapat,” ujarnya.

“Yah kalau ditotal-total bisa aja 500 orang, tapi kan di 10 ruangan yang beda-beda,” tambahnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut, pihaknya akan menindak tegas pelanggar PSBB masa transisi. (tangkapan di kanal YouTube Kompastv)

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz memprediksi jumlah orang yang hadir dalam rapat itu mencapai 800 orang.

Soalnya bukan hanya dari Komisi B saja, tapi rapat juga digelar di Komisi A, C, D dan E hingga seluruh pimpinan SKPD.

“Ada sekitar 800-an orang yang hadir dari dewan. Jadi semua komisi melakukan pembahasan untuk APBD Perubahan 2020,” ujar Aziz pada Rabu (21/10/2020) lalu

Bupati Bogor Ade Yasin : belum ada izin

Rapat Komisi DPRD DKI Jakarta di Hotel Grand Cempaka Resort, Puncak Bogor pada Rabu (21/10/2020) kemarin dikabarkan dihadiri peserta mencapai 800 orang.

Padahal, acara-acara rapat dan pertemuan di Kabupaten Bogor masih dibatasi maksimal 150 orang dalam ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) pra Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang diberlakukan.

Bupati Bogor Ade Yasin menyayangkan adanya kegiatan rapat tersebut karena seharusnya kegiatan besar di Kabupaten Bogor harus melalui izin dan rekomendasi dari Satgas Covid-19 Kabupaten Bogor.

"Belum ada laporan, belum ada izin juga untuk diberikan rekomendasi," kata Ade Yasin kepada wartawan, Kamis (22/10/2020).

Bupati Bogor Ade Yasin saat diskusi perspektif daerah dan pusat dalam penanggulangan Covid-19:evaluasi dan efektivitas yang diadakan oleh CSIS melalui video conference, Senin (11/5/2020). (Capture YouTube CSIS)

Ade menjelaskan bahwa izin dan rekomendasi ini harus ada karena pihaknya sedang memerangi Covid-19.

Yaitu dengan upaya-upaya yang dilakukan memakai masker termasuk juga membatasi jumlah peserta rapat atau pengunjung di satu acara, hajatan dan lain-lain maksimal 150 orang.

"Harus lapor, kita paling izin kan 150 orang. Karena kami meminimalisir ketika ada kejadian di satu tempat terkena Covid-19, ini untuk memudahkan tracing-nya, jadi kami kalau ratusan orang ini agak sulit juga melakukan tracing dengan cepat," katanya.

Dia meminta kepada pihak mana pun yang menggelar pertemuan besar di wilayah Kabupaten Bogor untuk mematuhi aturan yang diterapkan.

"Kalau 800 berarti jumlahnya besar banget dong, dan ini mohonlah untuk pengertiannya karena masing-masing daerah punya aturan, kita mohon. Juga kerja samanya untuk tidak melakukan pertemuan besar-besaran di Kabupaten Bogor," ungkapnya. (tribun network/thf/Wartakotalive.com/TribunBogor.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini