TRIBUNNEWS.COM - Hasil rekonstruksi kasus tewasnya enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang dilakukan Senin (14/12/2020) kemarin, menyisakan tanda tanya bagi sejumlah pihak.
Seperti yang dirasa pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto.
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Bambang mengungkapkan ada langkah pencegahan yang tak dilakukan polisi dalam insiden penyerangan yang terjadi Senin (7/12/2020) dini hari di Tol Jakarta-Cikampek KM50.
Hal ini terkait terjadinya perlawanan yang dilakukan Laskar FPI terhadap polisi.
Diketahui, hasil rekonstruksi kemarin menunjukkan empat Laskar FPI yang masih hidup pasca-baku tembak dibawa ke Polda Metro Jaya.
Baca juga: Dari Balik Jeruji Besi, Rizieq Shihab Beri Pesan untuk Munarman Terkait Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI
Baca juga: Siapa Andi Rian Djajadi? Perwira yang Bertanggung Jawab dalam Rekonstruksi Bentrok FPI dan Polisi
Tiga Laskar FPI duduk di bagian belakang mobil, sementara seorang lainnya duduk di samping polisi di tengah mobil.
Lalu, dua polisi lainnya duduk di bagian depan mobil.
Dalam perjalanan menuju Polda Metro Jaya, saat mobil berada di Tol Jakarta-Cikampek KM51+200, Laskar FPI mencoba merebut senjata polisi.
Ketika itu, mereka memang tidak diborgol.
Polisi beralasan tim yang terlibat baku tembak bukan bertugas untuk melakukan penangkapan, tapi pengamatan.
Terkait hal tersebut, Bambang menilai seharusnya anggota kepolisian bisa berkoordinasi dengan Polres atau satuan terdekat sebelum membawa empat Laskar FPI menuju Polda Metro Jaya.
"Tetap saja dalam penangkapan, sebelum dibawa dalam mobil bisa berkoordinasi dengan Polres atau satuan terdekat."
"Di sini titik tidak prevent-nya tim tersebut. Apalagi bila melihat kronologi sebelumnya sempat baku tembak dengan penyerang," jelasnya.
Ia mengacu pada Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.