Tapi, pihak di belakang Abdul Halim tidak dikejar.
"Harusnya dikejar siapa yang dapat keuntungan dari 8 orang BPN yang dicopot Kementerian ATR/BPN? Beneficially ownernya siapa? Jadi jangan cuma BPN aja yang disalahin, ada motif di belakang ini. Ini yang mesti dibongkar," tegasnya.
Baca juga: Hakim PN Jakarta Timur Vonis Bebas Mantan Juru Ukur Tanah BPN
Haris meminta Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mendorong aparat penegak hukum membongkar kasus sengketa ini sampai tuntas.
"Menteri ATR/BPN harus mendorong aparat penegak hukum untuk membongkar siapa ini yang dapat keuntungan dari kasus Abdul Halim ini," tandas Haris.
Keluarga Tabalujan merupakan pemilik tanah seluas 7,7 hektare di Cakung Barat sejak 1974.
Pada 2011, lahan itu disetorkan sebagai modal perusahaan (inbreng) PT Salve Veritate.
Sengketa terjadi setelah Abdul Halim, warga Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur, memohon penerbitan sertifikat lahan kepada kantor BPN setempat.
Ia mengklaim memegang hak dan mengaku membeli lahan itu pada 1980.
Petugas BPN Jaktim menolak permohonannya.
Abdul Halim lalu mengajukan gugatan ke PTUN, meminta sertifikat HGB PT Salve di atas lahan tersebut dibatalkan.
Majelis hakim mengabulkan gugatannya pada 1 April 2019.
Tapi di tingkat banding dan di tingkat kasasi, Benny menang.
PT Salve dianggap pemilik sah lahan tersebut.
Tapi kemudian Abdul Halim mengajukan permohonan pembatalan hak kepemilikan PT Salve kepada kantor BPN Jaktim bermodalkan putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatannya.