"Kalau pembiaran belum bisa kita buktikan ya. Namun sebenarnya semua Polres kan kebanyakan sudah menyediakan fasilitas CCTV ya untuk menjangkau aktivitas, melihat aktivitas para tahanan di dalam rutannya itu sendiri," kata Tama.
Tama masih menunggu rekaman CCTV penganiayaan SS dan salinan dokumen penyerahan jenazah dari Polres Tangsel kepada pihak keluarga.
"Itu kami sedang meminta, nanti mereka kordinasi ke kami itu, kami butuh salinannya. Kemudian juga CCTV kami butuh, belum dikasih. Kami akan koordinasi lebih lanjut," ujarnya.
Sementara, terkait dua tahanan yang menganiaya SS masih menjalani proses hukum kasus narkobanya.
Ganjaran hukum penganiayaan terhadap SS baru akan diusut setelah kasus narkobanya usai.
"Untuk kasus ini mereka sudah tersangkut kasus narkoba. Kasus itu dulu yang diselesaikan. Tapi penyidik menunggu kebijakan dari kejaksaan. Apakah bisa langsung di eksekusi segera P21, karena statusnya saat ini belum P21, tapi berkas perkara sudah dilimpahkan ke kejaksaan."
"Namun karena tersangka yang sudah ditahan di Polres untuk kasus narkoba, idealnya menunggu vonis dulu. Baru mulai kasus yang ini (penganiayaan). Itu yang diungkap pihak Jatanras," paparnya.
Tama mengatakan, keterangan polisi masih menjadi data sementara dan belum sepenuhnya meyakinkan.
"Belum meyakinkan tapi cukup membantu kami untuk mendapat keterangan langsung temuan-temuan awal. Nanti ujungnya kan kami akan mengelaurkan hasil pemantauan dan rekomendasinya," jelas Tama.
Pernyataan Keluarga
TribunJakarta.com (Tribunnews.com Network)mewartakan peristiwa tersebut sejak awal dari pihak keluarga maupun polisi.
SS terlibat kasus narkoba hingga ditahan sejak 1 Desember 2020.
Saat itu, pihak keluarga, yang enggan disebut namanya, menuturkan, sebelum dikabarkan meninggal dunia, ia sempat membesuk pada 9 Desember 2020.
Saat itu ia sudah tidak tega melihat kondisi SS yang mengenaskan. Pasalnya, tubuh SS menggigil dan penuh luka lebam.