Tak Ada Lagi Ruang Perawatan Pasien Covid-19 di Bekasi, Wali Kota: Terpaksa Kita Dirikan Tenda
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menanggapi didirikannya tenda sebagai tempat IGD sementara di RSUD Bekasi.
Keputusan itu diambilnya setelah berdiskusi dengan petinggi RSUD Bekasi.
"Saya setelah ngobrol-ngobrol, tidak ada cara lain kecuali menambah IGD, karena kita mau menggeser atau kita tutup layanan di luar covid, kan (khawatir) mengganggu orang sakit. Jadi lebih baik IGD-nya kita punya tenda, bahkan kalau kurang pun kita bisa pinjam dengan TNI," kata Rahmat di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi Selatan, Rabu (23/6/2021).
Kebijakan tersebut juga untuk merespons kenaikan angka kasus temuan Covid-19, yang dinilainya terjadi lonjakan secara signifikan dalam periode 2 pekan terakhir.
"Ini sudah mulai kita ini, ini hampir 80 persen isolasi mandiri. Mau enggak mau kita dirikan tenda. Karena kalau di sana (RSUD Bekasi) kan perlu tindakan-tindakan, karena peningkatanya luar biasa," ujarnya.
Rahmat juga tak menuntup kemungkinan apabila nantinya RS tipe D milik pemkot juga didirikan tenda akibat melonjaknya kasus.
"RSUD kita, kan tendanya punya BNPB, jika terjadi dan halamanya luas. Tapi rata-rata punya halaman seperti Pondok Gede kan punya halaman, Teluk Pucung kan punya halaman. Jika terjadi mau tidak mau kita harus ambil, tapi saya sudah yang ngecek kemarin ada RS Budi Lestari ada 18 kamar yang bisa kita pake fasilitasnya, kalau terus-terus, kita akan ambil langkah bisa pakai Budi Lestari," kata Rahmat.
Pantauan Warta Kota di RSUD Bekasi, terdapat 1 tenda kecil dan 2 tenda besar yang didirikan di depan ruang IGD.
Tenda kecil merupakan tempat registrasi atau pendaftaran, sedangkan 2 tenda lainnya diperuntukkan bagi pasien-pasien.
Kini terdapat kurang lebih 14 orang yang dirawat di dalam 1 tenda besar.
Sedangkan satu tenda lainnya belum diisi oleh pasien.
Ada pun didirkannya tenda tersebut sebagai tempat sementara bagi pasien-pasien hingga mereka mendapatkan ruang perawatan yang telah penuh di RSUD Bekasi.
RSUD Tagih Utang BPJS Kesehatan
Wakil Direktur Umum dan Keuangan pada RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, Indriati, buka suara terkait utang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait pembiayaan pasien Covid-19.
Ia menjelaskan sekitar 75 persen pendapatan RSUD Bekasi sebagai rumah sakit utama rujukan Covid-19 di Kota Bekasi dan Provinsi Jawa Barat, berasal dari klaim pelayanan pasien terinfeksi Covid-19.
Indriati mengharapkan agar Kemenkes bisa menyicil utang agar tak mengganggu operasional dan pelayanan pasien Covid-19.
"Harapan kami bisa didahulukan sisa bayar tahun 2020 sebesar Rp 43 miliar di bulan Juni ini, yang nantinya akan dipergunakan untuk menggerakkan operasional RSUD CAM," ungkap Indriati saat dikonfirmasi, Rabu (23/6/2021).
Baca juga: Merasa Sudah Sehat, Pasien Covid-19 Kabur dari RS Syuhada Haji Blitar, Sembunyi di Rumah Saudaranya
Dana tersebut nantinya juga akan dialokasikan untuk membayar utang penyedia atau vendor alat kesehatan, obat dan pihak lainnya yang terkait operasional rumah sakit.
Sebelumnya, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menjelaskan utang Kementerian Kesehatan kepada RSUD Bekasi dalam rangka pembiayaan pelayanan dan perawatan pasien Covid-19 diasumsikan Rp 144 miliar.
"Jadi, total yang belum dibayarkan sebesar Rp 43 miliar dengan Rp 24,7 miliar ditambah dengan pengajuan Rp77 miliar, berkisar kurang lebih Rp 144 miliar untuk nilai pembiayaan pelayanan Covid-19," ucapnya.
Menurut Rahmat, awalnya hasil dari verifikasi BPJS Kesehatan terhadap total pengajuan klaim RSUD Bekasi sebesar Rp 171 miliar periode Maret-Desember 2020. Sedangkan yang disetujui sebesar Rp 81,9 miliar.
Pihaknya kemudian kembali mengajukan verifikasi terhadap anggaran yang dispute sebesar Rp 89,1 miliar, ada pun verifikasi lanjutan oleh Kemenkes terhadap klaim yang ditetapkan dispute oleh BPJS Kesehatan, lolos verifikasi Rp 8,4 miliar.
Sehingga total klaim yang harus dibayarkan Kemenkes untuk bulan layanan Maret sampai Desember 2020 sebesar Rp 90 miliar.
"Dari Kementerian Kesehatan telah membayarkan klaim sebesar Rp 47 miliar, sehingga sisanya sebesar Rp 43 miliar sampai saat ini belum terbayarkan," kata Rahmat di Stadion Patriot Candrabhaga, Rabu (23/6/2021).
Kemudian untuk bulan layanan Januari 2021, selesai verifikasi dan sudah disetujui dengan nilai Rp 24,7 miliar dari total ajuan klaim Rp 36,7 miliar.
Lalu, bulan layanan Februari hingga Mei 2021 diasumsikan RSUD Bekasi untuk verifikasi mengajukan ke BPJS Kesehatan kurang lebih Rp 77 miliar.
"Jadi, total yang belum dibayarkan sebesar Rp 43 miliar dengan Rp 24,7 miliar ditambah dengan pengajuan Rp 77 miliar, berkisar kurang lebih Rp 144 miliar untuk nilai pembiayaan pelayanan Covid-19," ucapnya.
Pihaknya mengaku juga telah mengirimkan surat tembusan ke Presiden Joko Widodo terkait tagihan utang Kemenkes yang belum dibayarkan.
Rahmat pun melakukan konsultasi dengan Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, Muhammad Yusuf Ateh.
Baca juga: Nakes di Bekasi Meninggal karena Covid-19, Hamil Anak Kedua, Suami Tangisi Kepergiannya
Didampingi Direktur RSUD Bekasi, Kusnanto Saidi, Rahmat mengonsultasikan dan menyerahkan dokumen yang berisikan permohonan pembayaran klaim pelayanan pasien terinfeksi Covid-19 tahun 2020 dan 2021.
"Pembayaran Klaim menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan sedangkan pihak BPJS dalam penanganan Covid-19 ini membantu Kementerian Kesehatan melakukan verifikasi atas tagihan pelayanan pasien Covid-19 yang diajukan pihak rumah sakit," kata Rahmat.
Rahmat mengungkapkan, anggaran tersebut diperlukan agar rumah sakit yang merupakan badan layanan usaha daerah (BLUD) itu dapat berlangsung dan jika belum terbayarkan akan berhenti beroperasi, sementara APBD Pemerintah Kota Bekasi tetap difokuskan untuk pencegahan penanganan Covid-19 dan juga untuk anggaran lainnya.
"Karena ini sudah mengganggu fiskal keuangan kita. RSUD bisa shut down kalau tidak dibayarkan," tuturnya. (tribun network/thf/Wartakotalive.com)