TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Cipayung, Jakarta Timur diperkirakan akan berbuntut panjang.
Selain empat orang yang sudah jadi tersangka, biasa saja kasus ini jadi batu sandungan untuk Gubernur DKI Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Firli mengungkapkan bahwa KPK bisa memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi terkait kasus tersebut.
Menurut Firli, sebagai orang nomor satu di Jakarta, tentunya Anies, dan juga Prasetyo memahami penyusunan APBD DKI.
Baca juga: Kasus Korupsi Tanah Munjul, Firli Bahuri Pastikan KPK Periksa Anies Baswedan dan Prasetyo Edi
Pemeriksaan terhadap Anies dan Prasetyo dilakukan untuk membuat terang perkara korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp152,5 miliar tersebut.
"Terkait program pengadaan lahan tentu dalam penyusunan program anggaran APBD DKI tentu Gubernur DKI sangat memahami, begitu juga dengan DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemda DKI mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Senin (12/7/2021).
Firli mengatakan, KPK memahami keinginan masyarakat agar kasus ini diungkap secara tuntas demi kepastian hukum dan menimbulkan rasakeadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Perjalanan kasus Munjul
Sebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Deputi Penindakan Setyo Budiyanto mengungkap konstruksi perkara ini.
Kasus ini berawal saat BUMD DKI Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) mencari tanah di wilayah Jakarta yang akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
Baca juga: KPK Periksa Pengusaha Rudy Hartono Sebagai Tersangka Korupsi Tanah Munjul
"Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PDPSJ dalam pengadaan tanah di antaranya adalah PT Adonara Propertindo yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan," kata Setyo.
Direktur Penyidikan KPK itu menyebut, pada 8 April 2019, disepakati dilakukannya penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Sarana Jaya antara pihak pembeli yaitu Yoory Corneles dengan pihak penjual yaitu Anja Runtuwene.
"Selanjutnya masih di waktu yang sama tersebut, juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50% atau sekitar sejumlah Rp108,9 miliar ke rekening bank milik AR pada Bank DKI," kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/5/2021).
Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory Corneles dilakukan pembayaran oleh Sarana Jaya kepada Anja Runtuwene sekira sejumlah Rp43,5 miliar.
Setyo merinci, untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Cipayung, Jaktim tersebut, Sarana Jaya diduga melakukan empat perbuatan melawan hukum.
Pertama, tidak adanya kajian kelayakan terhadap Objek Tanah.
Kedua, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Ketiga, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate.
Keempat, adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
"Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar," ungkap Setyo.
Ditetapkan empat tersangka
Dikutip dari Kompas.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur pada 2019.
Salah satu tersangka yakni mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya DKI, Yoory Corneles Pinontoan.
“Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan pada tanggal 24 Februari 2021 dengan menetapkan 4 tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (27/5/2021).
“YRC (Yoory Corneles) Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, AR (Anja Runtuwene) Wakil direktur PT AP, TA (Tommy Adrian) Direktur PT AP, Korporasi PT AP (Adonara Propertindo),” ucap Ghufron.
Tersangka sejak Maret
Direktur Utama Pembangunan Sarana Jaya disebut telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Maret 2021. Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.
"Sejak hari Jumat (5/3/2021) ditetapkan tersangka oleh KPK," kata Riza Senin (8/3/2021) malam.
Senada dengan Riza, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz juga mengatakan Yoory telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi.
"Berdasarkan info yang saya dapat dari asisten perekonomian, berita tersebut benar," kata Azis melalui pesan singkat, Senin (8/3/2021).
Adapun Yoory telah dinonaktifkan dari jabatan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Plt Kepala BP BUMD Provinsi DKI Jakarta Riyadi mengatakan, penonaktifan tersebut dilakukan berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 212 Tahun 2021 tentang Penonaktifan Direktur Utama dan Pengangkatan Direktur Pengembangan Sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
"Pak Gubernur saat itu langsung mengambil keputusan untuk menonaktifkan yang bersangkutan. Atas kasus tersebut, Yoory akan mengikuti proses hukum dengan menganut asas praduga tak bersalah," kata Riyadi dalam keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).
Setelah penonaktifan Yoory, Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra Sukmono Arharrys ditunjuk sebagai pelaksana tugas.
Indra akan mengemban tugas sebagai Plt Dirut Pembangunan Sarana Jaya paling lama tiga bulan terhitung setelah ditetapkan dengan opsi dapat diperpanjang.
Pengumuman status tersangka
Pada Selasa, (6/4/2021), Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menyebutkan, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur pada tahun 2019.
Karyoto menyebut, mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan sebagai salah satu tersangka dalam kasus tersebut.
Hal itu ia ungkapkan dalam sesi tanya jawab dengan wartawan seusai konferensi pers penahanan tersangka KPK Samin Tan, pada Selasa (6/4/2021).
"Yang sudah ditetapkan ada tiga ya, Yoory (salah satunya)," kata Karyoto, Selasa.
Sementara, saat itu pimpinan KPK belum mengumumkan penetapan tersangka kasus korupsi pengadaan tanah itu secara resmi.
Lantas, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri terlihat berbisik kepada Karyoto. Karyoto pun tidak menyebut dua nama tersangka lainnya.
"Tapi enggak apa-apa saya bocorin sedikit saja, memang sudah bocor dari kemarin," ucap dia.
Yoory sendiri sudah beberapa kali diperiksa oleh KPK. Ia irit bicara usai diperiksa penyidik, Kamis (8/4/2021).
Dia juga enggan menjawab pertanyaan wartawan soal statusnya sebagai tersangka.
"Terima kasih ya, permisi," kata Yoory di Gedung Merah Putih KPK, Kamis.
Yoory juga tidak menjawab pertanyaan terkait pengadaan lahan. Ia hanya diam saat ditanya kesiapannya untuk ditahan jika ditetapkan secara resmi oleh KPK.
Yoory hanya mengatakan, semua hal yang dibutuhkan KPK telah ia sampaikan.
"Seputar keterangan yang dibutuhkan, berikut dengan datanya semuanya (telah diberikan kepada penyidik), gitu aja ya," kata Yoory.
Dalam kasus ini KPK telah melakukan pemeriksaan kepada 44 orang sebagai saksi.
Adapun atas perbuatan para tersangka diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar.
Rencana KPK periksa Anies
Hari ini, Firli Bahuri menyatakan, pihaknya membuka peluang pihaknya akan memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan anggota DPRD DKI Jakarta sebagai saksi atas kasus pengadaan lahan untuk proyek rumah DP 0 persen di kawasan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur.
Alasan Firli, Anies dinilai mempunyai informasi tentang proses penyusunan Rancangan APBD yang berujung pada program pengadaan lahan bermasalah tersebut.
"Terkait program pengadaan lahan, tentu dalam penyusunan program anggaran APBD DKI Jakarta tentu Gubernur DKI Jakarta sangat memahami, begitu juga dengan DPRD DKI Jakarta yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemda DKI Jakarta. Mereka mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI Jakarta. Jadi tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," kata Firli.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Perjalanan Kasus Korupsi di Munjul hingga Rencana Firli Periksa Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI