TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BPJS Ketenagakerjaan didorong untuk terus meningkatkan kepesertaan dan pelayanan tidak hanya kepada tenaga kerja non aparatur sipil negara (Non ASN) tetapi juga kepada para pekerja formal dan informal.
Harapan itu muncul dalam diskusi bertajuk "Implementasi Inpres No. 2 Tahun 2021 dan Program BPJS Ketenagakerjaan dalam Pelayanan Kepesertaan yang Responsif, Cepat, Efektif dan Berkeadilan secara Daring dan Luring.
Acara tersebut dibuka oleh Ahmad Riza Patria (Wagub DKI Jakarta) dengan menampilkan pembicara utama Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Hery Susanto, dan sebagai nara sumber yakni Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta Eko Nugriyanto, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta Andri Yansyah, Anggota DPRD DKI Jakarta Syarif, Asisten KU VI ORI M Sobirin, aktivis buruh Jusuf Rizal dan pengamat kebijakan publik dan wartawan senior PWI, Yusuf M Said.
Ahmad Riza Patria dalam sambutannya mengatakan Pemprov DKI menyambut baik Inpres No 2/2021 tersebut sebab sektor ketenagakerjaan DKI Jakarta menjadi magnet bagi warga Jakarta dan Provinsi lainnya untuk mencari pekerjaan.
“Kondisi ini terlihat dalam statistik ketenagakerjaan di Jakarta atau BPS tahun 2019 antara lain jumlah penduduk 10,56 juta jiwa, penduduk usia 15 tahun 7,78 juta orang, angkatan kerja 5,46 juta orang, penduduk bekerja 5,16 juta orang, bekerja 94,64%, penduduk bekerja pada sektor formal 68,7%, penduduk bekerja di sektor informal 31,3%, serta UMP 4,2 juta rupiah," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa terbitnya Inpres ini dengan tujuan memastikan implementasi jaminan sosial ketenagakerjaan dengan optimal dalam rangka melindungi seluruh pekerja di Indonesia.
Pemprov DKI memiliki tugas dan tanggung jawab dalam program ini, siap melaksanakan Instruksi Presiden tersebut.
Eko Nugriyanto (Depdir BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta) mencontohkan di Jawa Barat, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sudah meluas tidak hanya untuk pekerja swasta dan Nonj ASN tetapi juga sudah menyasar kepada pekerja informal.
"Misalnya guru ngaji, pengurus gereja, marebot masjid mendapat subsidi dari APBD. Iuran mereka ditanggung pemerintah daerah," tutur Eko.
Eko pun berharap perluasan kepesertaan yang diamanatkan Inpres No 2 Tahun 2021 yang memberi kesempatan kepada pekerja formal dan informal untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dapat diterapkan di DKI Jakarta.
Dijelaskan Eko, setelah keluarnya Inpres No 2 Tahun 2021 performa BPJS Ketenagakerjaan sekarang dinilai tidak berdasarkan rugi dan laba.
"BPJS Ketenagakerjaan kini melindungi seluruh pekerja yang berkarya untuk bangsa ini. Iuran 100 persen menjadi manfaat untuk pekerjaan ketika ada risiko," ujar Eko.
Tugas ini, sambung Eko, tentu sangat berat, karena itu secara moral butuh dukungan masyarakat yang harus mewujudkan jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Karena ini ejawantah dari hak asasi manusia yang memilih untuk berkarya, memilih bekerja juga memilih untuk memiliki risiko," katanya.