"Sepertinya mereka enggak paham. Karena ketika ditanya petugas alasan enggak buat septic tank mereka cuman jawab belum ada dana," kata Sunersih saat dikonfirmasi, Senin (1/6/2020).
Petugas Puskesmas Kecamatan Ciracas sebenarnya kerap memperingati warga ekonomi mampu yang belum membangun septic tank.
Bila sudah dua kali diperingati tapi tetap melanggar maka petugas gabungan Kecamatan Ciracas menutup pipa saluran pembuangan.
"Karena secara logika bangun rumah yang biayanya besar bisa, tapi kok enggak bangun septic tank. Jadi harus lewat penindakan," ujarnya.
Camat Ciracas Mamad menuturkan penindakan terhadap warga ekonomi mampu yang belum membangun septic tank kerap dilakukan.
Namun pandemi Covid-19 membuat penindakan yang sempat terhenti dan bulan Juni 2020 ini rencananya kembali dilanjutkan.
"Kalau yang secara ekonomi mampu harus kita paksa membangun septic tank. Kecuali yang enggak mampu, bisa kita bantu buatkan," tutur Mamad.
Ada 8,5 juta rumah tangga BAB sembarangan
Sebanyak 8,6 juta rumah tangga di Indonesia masih mempraktikkan buang air besar sembarangan (BABS). Dari jumlah itu, 4,5 juta rumah tangga berada di Pulau Jawa.
“Itu data terbaru per Januari 2020 yang kami ambil dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dimuat di website Kementerian Kesehatan," kata kata Karim Kamel, General Manager Reckitt Benckiser Hygiene Home Indonesia di Bandung, dilansir dari Kompas.com.
Karim mengatakan, sebelumnya, WHO/UNICEF pada tahun 2012 pernah melansir data, yang menyebut Indonesia menjadi negara kedua terbesar di dunia yang penduduknya masih BABS.
Keadaan ini menyebabkan sekitar 150.000 anak Indonesia meninggal setiap tahunnya, karena diare dan penyakit lain yang disebabkan buruknya sanitasi.
Berdasarkan laporan World Bank’s Water and Sanitation Program (WSP) dalam Economic Impact of Sanitation in Indonesia, ada empat dampak sanitasi buruk pada kesehatan.
Empat dampak tersebut adalah diare, tifus, polio, dan penyakit cacingan.