TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mengungkap dugaan kasus penipuan trading binary option melalui platform FBS.
Kasus ini diusut setelah ada korban yang melapor merugi Rp8,6 juta.
Pengusutan kasus ini berdasarkan laporan polisi dengan nomor: LP/A/0060/II/2022/SPKT.DITTIPIDEKSUS/BARESKRIM POLRI. Laporan itu teregister tanggal 3 Februari 2022.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan bahwa pihaknya telah menetapkan seorang sebagai tersangka berinisal WKA dalam kasus tersebut.
"Kami baru menetapkan 1 tersangka, sudah ditangkap dan ditahan. Ini masih dalam tahap pengembangan," ujar Whisnu saat dikonfirmasi, Kamis (10/2/2022).
Dijelaskan Whisnu, kasus tersebut bermula saat korban mengetahui trading online dengan nama FBS melalui aplikasi media sosial Facebook.
Adalah tersangka WKA yang mengunggah promosi platform FBS dengan janji yang menggiurkan.
Menurut Whisnu, tersangka WKA menjanjikan tawaran trading komoditi dengan sistem zero spread atau tidak adanya selisih antara harga jual dan harga beli komoditi.
Baca juga: Dianggap Perjudian Berkedok Trading, Platform Binary Option Diblokir, Namun Iklannya Masih Muncul
"Sedangkan dalam aturan yang dikeluarkan oleh Jakarta Futures Exchange disebutkan setiap transaksi wajib memiliki selisih antara harga jual dan harga beli dengan nilai maksimal 0,5 persen per transaksinya," jelas Whisnu.
Namun dalam kenyataanya, kata Whisnu, binary option FBS menerapkan spread yang terlalu tinggi sebesar 1,3 persen per transaksinya.
Ia menjelaskan spread tersebut di luar dari nilai kewajaran yang sudah ditetapkan oleh Jakarta Futures Exchanges selaku bursa berjangka komoditi resmi di Indonesia.
"Dari hal tersebut korban merasa dirugikan karena sejak bulan Oktober 2021 korban sudah melakukan top up dengan total Rp8.643.800. Korban hanya melakukan top up & tidak mendapatkan untung sama sekali karena nilai spread yang tinggi di luar kewajaran," pungkas Whisnu.
Atas perbuatannya itu, tersangka disangka dengan dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana perdagangan dan atau tindak pidana transfer dana dan atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP.
Selain itu, Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 106 Undang-undang Republik Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 80 (1) Undang-undang RI Nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana dan atau Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap aplikasi trading Perdagangan Berjangka Komoditi tidak berizin.