Laporan wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buruh mulai membubarkan diri dari kawasan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2022).
Berdasarkan pantauan Tribunnews, massa mulai meninggalkan lokasi aksi unjuk rasa sekira pukul 17.45 WIB.
Aksi hari ini ditutup dengan flare yang dinyalakan sejumlah buruh.
Kepulan asap flare menebal, jarak pandang menipis, sejumlah pengunjuk rasa tampak mengusap matanya karena merasa pedih.
Baca juga: Massa Buruh di Gedung DPR Tegas Tolak UU Ciptaker, KASBI: Sangat Merugikan!
Terdengar suara orator dari mobil komando, bahwa ke depannya mereka bakal menggelar aksi lagi dengan massa yang lebih besar.
"Satu komando, perjuangan masih panjang, kita akan evaluasi aksi hari ini, kita akan lipat gandakan aksi hari ini. Operasi semut, titikan sampah di tempat tertentu," ucap orator.
Belasan mobil komando yang hadir dari berbagai aliansi buruh tampak mulai meninggalkan lokasi.
Kendati demikian, jalan di depan gedung DPR masih belum dibuka untuk umum. Sehingga sejumlah jalan di sekitar lokasi tersendat.
Sebelumnya, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) yang turut hadir dalam demo buruh di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, hari ini menuntut pemerintah agar mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) dan turunannya.
Baca juga: Koordinator Aksi Sebut Demo di Gedung DPR Tidak Ada Hubungannya dengan Politik: Murni Gerakan Buruh
Ketua KASBI Nining Elitos menyebut UU yang digodok sejak tahun 2020 itu sebagai malapetaka bagi kaum buruh.
Terlebih, proses pembuatan UU Ciptaker yang dilakukan pemerintah tak melibatkan kalangan pekerja utamanya buruh.
"Siapa setuju tolak omnibus law? Rakyat. Karena omnibus law sejak dibahas hingga lahir tak melibatkan kami kaum buruh," kata Nining di atas mobil orator yang terparkir di Gerbang DPR RI, Rabu (10/8/2022).
Baca juga: Mahasiswa Turut Andil Dalam Aksi Demo Sejuta Buruh di Kawasan DPR/MPR
Menurut Nining, pihaknya telah mewanti-wanti agar pemerintah membatalkan uu tersebut. Ia menyebut, ultimatum itu tak kunjung direspons hingga diajukan pemerintah kepada DPR RI.