TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus jin buang anak, Edy Mulyadi, merasa risih dituduh membuat dan menyebarkan kebohongan.
Hal tersebut ia sampaikan saat membaca pledoi atau nota keberatan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (8/9/2022)
Edy merasa, selama ini hal yang ia lakukan bukanlah menyebarkan kebohongan melainkan sedang berpendapat, menyampaikan analisa, dan mengetengahkan kesimpulan.
“Sebenarnya merasa sangat risih dituduh membuat dan menyebarkan kebohongan. Karena kebohongan adalah sifat tercela,” ujar Edy saat membaca pledoi.
Edy juga mengutip keterangan saksi ahli yang pernah dihadirkan dalam persidangan sebelumnya, antara lain pakar hukum pidana Muhammad Taufik yang menyebutkan perbedaan pendapat dan menyapaikan opini tidak bisa dipidana.
Lebih lanjut, dalam video yang menyeretnya ke meja hijau ini, Edy menjelaskan saat itu ia tengah menjalankan karya jurnalistik.
Sebagai wartawan, ia punya kewajiban moral untuk menyampaikan kritik, masukan, dan saran terhadap kebijakan penguasa.
Baca juga: Terdakwa Jin Buang Anak Edy Mulyadi Yakin Dibebaskan
“Sikap saya ini merupakan salah satu fungsi pers, berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 40/1999 tentang Pers, yang berbunyi: Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial,” jelasnya.
Kontrol sosial inilah yang menurut Edy tengah ia sajikan dalam produk jurnalistiknya yang berisi analisis berdasarkan data, fakta, dan pengalaman. Namun alhasil video ini ditangkap oleh masyarakat sebagi suatu penghinaan terhadap suatu kelompok.
Edy Mulyadi dituntut empat tahun penjara dalam kasus ujaran kebencian terkait "Kalimantan tempat jin buang anak". Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyakini Edy Mulyadi bersalah karena melakukan keonaran di kalangan masyarakat.
Edy dinilai jaksa terbukti menyebarkan berita bohong atas ujarannya mengenai pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) di wilayah Kalimantan yang disebut sebagai "tempat jin buang anak".