TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menerapkan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP), di 25 titik jalan Ibukota guna mengurai kemacetan.
Namun, hal itu terus menuai polemik, banyak kalangan menolak rencana tersebut karena dianggap akan menyengsarakan warga Jakarta.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menilai wacana kebijakan ERP di 25 titik jalan ibukota bisa diterapkan jika pelayanan publik atau transportasi publik sudah maksimal.
"Program ERP bisa diterapkan jika transportasi publik sudah maksimal di Jakarta, sejauh ini nyatanya bahwa pelayanan transportasi publik belum maksimal. Perlu dikaji kembali secara komprehensif, agar pengguna jalan tidak semakin resah dengan dampak ERP itu," kata Kenneth dalam keterangannya, Selasa (31/1/2023).
Diketahui, ERP di Jakarta rencananya berlaku setiap hari mulai pukul 05.00 hingga 22.00 WIB di 25 ruas jalan Ibu Kota sepanjang 54 kilometer (km). Tarif yang diusulkan berkisar antara Rp 5 ribu hingga Rp19 ribu.
Secara rinci, 25 ruas jalan itu, yakni di Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Majapahit. Kemudian, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin, Jalan Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, Jalan Fatmawati mulai dari simpang Jalan Ketimun 1 sampai simpang Jalan TB Simatupang.
Selanjutnya di Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan S. Parman mulai simpang Jalan Tomang Raya sampai Jalan Gatot Subroto.
Selain itu, Jalan Gatot Subroto, Jalan MT Haryono, Jalan Rasuna Said, Jalan DI Panjaitan, Jalan Jenderal Ahmad Yani mulai simpang Jalan Bekasi Timur Raya sampai simpang Jalan Perintis Kemerdekaan. Terakhir di Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Stasiun Senen dan Jalan Gunung Sahari.
Menurut Bang Kent, sapaan akrab Hardiyanto Kenneth, kebijakan ERP di 25 titik di ibukota akan berdampak langsung pada perekonomian masyarakat sebagai pengguna jalan, dan berpotensi akan menambah masalah baru.
"Kebijakan yang dipaksakan seperti ini otomatis akan membuat resah masyarakat dan berdampak negatif terhadap perekonomian masyarakat menengah ke bawah, banyak masyarakat yang akan terkena imbasnya, seperti warga yang tinggal di Gajah Mada, Hayam Wuruk, Tomang dan Fatmawati, lalu juga ojek online, kurir, pekerja dan lainnya yang memiliki penghasilan pas-pasan, tentu penghasilannya akan berkurang karena harus membayar ERP ini," ujar Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta.
Baca juga: Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta: Pengecualian ERP Hanya untuk Kendaraan Pelat Kuning
Kent pun mengakui jika dirinya setuju dengan rencana Pemprov DKI yang akan menerapkan ERP di 25 ruas jalan, yang saat ini sudah diterapkan ganjil genap. Namun, ia menyarankan agar hal tersebut dilakukan secara bertahap.
"Lebih baik untuk sementara diterapkan di Jalan protokol seperti Sudirman, Thamrin, Gatot Subroto dan Gunung Sahari, atau daerah-daerah perkantoran saja dulu. Cuma kalau caranya menentukan 25 ruas jalan secara sporadis seperti inilah yang saya rasa tidak pas. Sebagai contoh, warga yang tinggal di seputaran jalan Hayam Wuruk, Gajah Mada dan Tomang, keluar rumah tiba-tiba di suruh bayar yang biasa sebelumnya enggak pernah bayar, pasti akan muncul banyak sekali pertanyaan dan penolakan dari masyarakat," kata dia.
"Seharusnya janganlah langsung diterapkan di 25 ruas jalan, tetapi lakukanlah secara bertahap sambil melihat progresnya, kemudian lakukan evaluasi secara terus-menerus, sambil menunggu peningkatan pelayanan angkutan umumnya. Apalagi kan sebentar lagi ada LRT Bodebek," lanjut Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) DPD PDI Perjuangan Jakarta itu.
Kent pun mempertanyakan sejumlah pasal yang terdapat di Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE), seperti Pasal 4, tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas: a. kemitraan; b. kemanfaatan; c. persaingan; d. pengelolaan risiko; e. transparansi; f. akuntabilitas; g. efektivitas; dan h. efisiens.