TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polres Metro Jakarta Pusat mengamankan tujuh orang tersangka kasus aborsi di kawasan Kemayoran JAkarta Pusat.
Tiga dari 7 tersangka tersebut yakni SN, NA, dan SM yang merupakan pelaku aborsi dengan perannya masing-masing.
"Di dalam pada saat kami geledah, atau penindakan hukum, juga ditemukan 4 orang pasien ya inisial J, AS, RV dan IT, dimana 3 orang baru saja selesai melaksanakan tindakan sedang beristirahat krena masih pendarahan dan 1 orang sedang baru mau akan dilakukan," ungkap Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin, Senin (3/7/2023).
Dari tujuh pelaku itu, Komarudin mengungkapkan ada dua tersangka utama yakni SN dan NA. Keduanya merupakan residivis dalam kasus yang sama.
Baca juga: Tak Kapok, 2 Pelaku Jasa Aborsi Ternyata Residivis Kasus Serupa, Baru Keluar Tahanan 2022
Bahkan kedua tersangka itu baru bebas dari penjara pada 2022 lalu.
"SN baru keluar (penjara) Mei 2022 dan NA Juni 2022 baru keluar dari penjara," ucap Komarudin.
Kedua tersangka tersebut pada tahun 2020 lalu pernah bekerja sebagai agen, asisten serta sekaligus pencari pasien dalam praktik aborsi tersebut.
Namun setelah keduanya keluar dari penjara di tahun 2022 lalu mereka berpikiran untuk mendirikan klinik aborsi sendiri.
"Yang bersangkutan berpikiran mendirikan klinik atau memerankan langsung," ujarnya.
Kombes Komarudin juga memastikan bahwa NA dan SA tidak memiliki latar belakang medis sama sekali.
"Dia hanya belajar dari pengalaman di klinik aborsi sebelumnya," ujarnya.
Adapun untuk pelaku SN kata Komaridin, berperan sebagai eksekutor jika ada pasien yang dagang.
Baca juga: Polisi Tetapkan 9 Orang Tersangka Kasus Aborsi di Kemayoran, 2 di Antaranya Residivis
Dalam menjalankan aksinya SN dibantu pelaku NA yang berperan mencari para pasien untuk dilakukan aborsi.
"SN wanita selaku eksekutor dan SN ini bukan berlatar belakang medis, dia hanya dilihat dari KTP hanya IRT (Ibu Rumah Tangga)," tuturnya.
Sementara SM berperan menjemput para pasien dengan diberi imbalan sebesar Rp 500 ribu untuk sekali antar.
"Jadi ini sistemnya, sistem antar jemput sangat rapi sekali makanya pak RT dan warga sangat terkecoh dari aktivitas yang di dalam," jelasnya.
Pengakuan tersangka, tarif yang diberikan kepada pasien yang ingin melakukan aborsi beragam mulai Rp 2,5 juta hingga Rp 8 juta sesuai dengan usia kandungan.
Selama satu bulan terakhir, sudah kurang lebih sebanyak 50 wanita yang melakukan aborsi di rumah kontrakan tersebut.
Secara keseluruhan dalam kasus ini polisi telah menangkap sembilan orang dan semuanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Atas perbuatannya, kesembilan tersangka dijerat dengan pasal 76 C junto pasal 80 ayat 3 tentang perlindungan anak.
Baca juga: Fakta Kasus Aborsi di Kemayoran, Pelaku Tak Berlatar Belakang Medis, Janin Dibuang di Kloset
Cuma Butuh Waktu 5 sampai 10 Menit
Para eksekutor aborsi ternyata hanya membutuhkan waktu sekitar 5 sampai 10 menit dalam proses menggugurkan kandungan setiap pasiennya.
Hal itu diungkapkan oleh SM, seorang tersangka dalam kasus praktik aborsi ilegal yang berhasil diungkap oleh Polres Jakarta Pusat.
"Pengakuan dari SM untuk mengerjakan satu pasien cukup membutuhkan waktu lima sampai 10 menit," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin, Senin (3/7/2023).
Menurut pengakuan SM kepada polisi, pasien yang akan aborsi selanjutnya diistirahatkan dengan disediakan minuman manis sambil dipersilakan tidur di ruangan yang sudah disediakan.
Bahkan dijelaskan Komarudin, ruangan yang disediakan oleh para pelaku untuk pasien aborsi itu mirip seperti ruangan untuk pasien sunat massal.
"Jadi satu kasur digunakan tiga pasien yang masih pendarahan, kemudian diberi teh manis. Udah agak segar maka (pasien) dibawa pergi," jelasnya.
"Waktunya sangat singkat sekali ya, pak RT juga melihat itu seperti tamu biasa," pungkasnya.
Sebelumnya, polisi menggerebek sebuah rumah kontrakan di di Jalan Merah Delima, Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (28/6/2023).
Kombes Komarudin mengatakan pengungkapan ini dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat.
"Berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa ada aktivitas yang sangat mencurigakan dari seorang warga baru yang diduga baru kurang lebih sekitar 1 bulan atau 1 bulan setengah mengontrak di trmpat ini dan aktivitasnya sangat tertutup," kata Komarudin kepada wartawan, Rabu (28/6/2023).
Komarudin mengatakan warga curiga karena dari rumah tersebut terlihat wanita yang berganti-ganti keluar masuk rumah.
"Dugaan sementara dari warga ini tempat adalah untuk menampung para TKI. Nah dari sanalah kami melakukan penyelidikan, pendalaman, dan Alhamdulillah tim dari unit PPA Satreskim Polres Jakarta Pusat berhasil mengungkap bahwa telah terjadi dugaan aborsi," tuturnya. (tribun network/fhm/dod)