News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polusi Udara di Jakarta

INDEF Dorong Transisi dari Kendaraan Berbahan Bakar Fosil ke Listrik untuk Atasi Polusi Jakarta

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di kawasan Rasuna Said, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2023). Berdasarkan data IQAir pukul 19.00 WIB, Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 155 atau masuk kategori tidak sehat. Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik soal kualitas udara di DKI Jakarta yang kian memburuk belakangan telah menimbulkan kesadaran kolektif bahwa udara yang bersih merupakan kebutuhan dasar yang vital bagi publik. 

Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF Abra Talattov menyampaikan tingginya tingkat polusi udara tidak cuma menjadi kekhawatiran warga Jabodetabek, tapi juga sorotan berbagai media asing hingga Jakarta didapuk sebagai salah kota paling beracun di dunia. 

“Dengan kualitas udara yang semakin memburuk ini selain dapat membahayakan kesehatan warga, juga tentunya berpotensi menghambat aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat,” kata Abra, Rabu (16/8/2023).

Ia menyayangkan adanya perdebatan mengenai sumber penyebab kotornya langit Jakarta saat kesehatan warga terancam. Padahal secara kasat mata dapat dilihat kualitas udara Jakarta sangat dipengaruhi oleh bergeliatnya mobilitas masyarakat pascapandemi.

“Kita ingat betul di masa pandemi ketika masyarakat lebih banyak berada di rumah, langit Jakarta tampak begitu cerah dan bersih. Namun, kini setelah ekonomi Jakarta mulai bergeliat dan jalanan Jakarta mulai sesak dipadati kendaraan bermotor, udara Jakarta pun terasa pengap dikepung asap,” jelas dia.

Hal ini juga terkonfirmasi dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan (KLHK) bahwa penyumbang utama pencemar udara utama di Indonesia adalah sektor transportasi dengan porsi 44 persen, disusul sektor industri 31 persen.

Dugaan bahwa sektor transportasi memberikan andil yang cukup besar terhadap kualitas udara Jakarta juga terkonfirmasi dari pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) pada sektor kendaraan di Jakarta yang tumbuh paling tinggi mencapai 18,1 persen pada kuartal II-2023. 

“Sektor transportasi sebagai biang kerok polusi udara Jakarta tentu makin mengkhawatirkan mengingat tingginya pertumbuhan populasi kendaraan bermotor berbasis fosil di Jakarta,” kata Abra. 

Dalam 5 tahun terakhir, papar dia, populasi mobil penumpang di Jakarta mengalami peningkatan hingga 15,5 persen menjadi 4,13 juta kendaraan. Sementara populasi sepeda motor meningkat hngga 27,8 persen menjadi 19,22 juta kendaraan. 

“Artinya, dengan rata-rata konsumsi BBM di Jakarta untuk motor sebesar 0,92 liter per hari dan mobil 3,9 liter per hari maka total konsumsi BBM di Jakarta bisa mencapai 17,8 juta liter per hari untuk seluruh populasi motor dan 16,2 juta liter per hari untuk seluruh populasi mobil,” ungkap Abra.

“Dengan menyadari besarnya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan berbasis fosil tersebut sudah mestinya menjadi momentum transformasi menuju ekosistem transportasi yang bersih,” tambahnya.

Guna mengurangi emisi karbon dari penggunaan kendaraan pribadi, Abra mendorong pemerintah fokus menyediakan transportasi massal yang nyaman dan terjangkau.

Baca juga: Transjakarta Targetkan 100 Bus Listrik Beroperasi Tahun Ini Guna Tekan Polusi Udara Ibu Kota

“Bahkan untuk mendorong penggunaan transportasi publik yang lebih masif lagi, pemerintah patut mempertimbangkan realokasi sebagian anggaran subsidi BBM untuk tarif transportasi publik,” katanya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini