News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cahayo Hati Limpapeh Mempersembahkan Makan Bajamba Dengan Misi Mempopulerkan Budaya Minangkabau

Penulis: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cahayo Hati Limpapeh Mempersembahkan Makan Bajamba Dengan Misi Mempopulerkan Budaya Minangkabau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sumatera Barat adalah sebuah Propinsi yang terletak di Pulau Sumatera dengan ibu kota Padang.

Ia dibagi dalam tiga kultur geografi, Pesisir, daerah Pantai Barat, dan Minangkabau yang identik dengan kebudayaan. Para wanitanya mengenakan tengkuluk sebagai pelengkap busana untuk menutup bagian kepala mereka.Minangkabau terletak di Pegunungan Bukit Barisan yang dibagi dalam tiga Luhak atau Kabupaten.

Tanah Datar, yang merupakan luhak tertua dan pusat kebudayaan Minangkabau. Luhak Agam, dan yang termuda, Luhak 50 Koto. Terakhir Rantau, Riau sampai ke Negeri Sembilan, Malaysia. Minangkabau dimaknakan sebagai negeri adat.

Hidup Dalam Peristiwa Berprilaku Melalui Adat Istiadatnya

Dalam ajaran berprilaku masyarakat Minangkabau, di mana mereka hidup dalam peristiwa berprilaku melalui adat istiadatnya, mereka menganut sistim adat ‘tak lekang oleh panas dan tak laput oleh hujan’, yaitu masyarakat yang tetap baru, dan tetap terpakai. Patah tumbuh hilang berganti.

Adat yang berjalan sepanjang zaman. Sebagai negeri adat, Minangkabau tidak memiliki konsep kenegaraan, tetapi lebih pada konsep kemasyarakatan melalui upacara-upacara tradisional yang sangat kuat. Salah satunya adalah tradisi dan tata cara makan budaya Minang, Makan Bajamba.

Makan Bajamba Merupakan Warisan Leluhur

Makan Bajamba atau Makan Barapak merupakan warisan leluhur yang adalah bagian dari suatu tradisi yang menjadi petanda jati diri dan karakter dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Minang karena mengandung norma, aturan, nilai-nilai, hukum yang menjadi sistim dalam masyarakat.

Makan Bajamba adalah makan bersama dengan komunitas yang diadakan untuk melengkapi seluruh acara adat di Minangkabau, diantaranya Batagak Penghulu, Malam Ba’inai, pernikahan.

Tujuan Makan Bajamba adalah memupuk tali silaturahmi dan memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat status, menyetarakan derajat, yang dalam petatah petitih Minangkabau diungkapkan, 'Duduak samo randah, Tagak samo tinggi'. Makan Bajamba ini dilakukan di suatu ruangan besar terbuka dan di atas lapiak (tikar) sambil lesehan, piring-piring dan lauk pauknya di susun di sebuah jamba atau dulang.

Setelah piring yang berisikan berbagai macam lauk pauk di dalam dulang tersusun dengan bentuk yang mengerucut ke atas, maka setelah itu dulang ditutup dengan tudung saji yang terbuat dari anyaman daun enau, lalu di atasnya diditutupi dengan dalamak, kain bersulam benang emas, kain khas Minangkabau.

Disebut Jamba

Setelah ditutup dengan kain inilah maka ia disebut Jamba. Jamba kemudian disusun dari ujung ruangan sampai ke ujung ruangan lagi. Semua yang ikut di Makan Bajamba ini duduk berjejer dari ujung ke ujung ruangan menikmati sajian yang ada di depan mereka bersamasama.

Pada saat makan meski semua orang sama-sama duduk lesehan, ada sedikit perbedaan dalam tata cara duduk antara laki-laki dan perempuan, laki-laki duduk baselo (bersila) sedangkan perempuan duduk basimpuah (bersimpuh). Makan Bajamba biasanya disanatap bersama-sama dengan 4 orang.

Silaturahmi Tak Hanya Terbentuk Saat Menyantap Hidangan

Ketua acara Makan Bajamba, Shinta Oemar mengatakan tali silaturahmi tidak hanya terbentuk pada saat menyantap hidangan secara bersamasama semata, tetapi silaturahmi telah terjalin sejak pemilihan bahan, proses memasak dan berbagai persiapan lainnya.

Cahayo Hati Limpapeh

"Bumbu-bumbu yang diperlukan biasanya diambil dari ladang dan kebun rumah mereka masing-masing secara bergotong royong. Setelah bumbu disiapkan, pada umumnya kaum laki-laki yang memasak. Setiap daerah memiliki ciri khas hidangan daerahnya. Biasanya, hidangan yang disajikan itu di antaranya rendang, cancang dagiang, gulai sayur nangka atau rebung yang dimasak dengan rempah-rempah. Selain itu, ada beras pulut, pinyaram, kalami, dan sejumlah makanan khas lainnya sesuai dengan kebudayaan di nagarinya masing-masing,” ungkap Shinta Oemar.

Ungkapan Syukur Atas Kekayaan Dan Kesuburan Tanahnya

Ragam hidangan dalam kehidupan orang Minangkabau dijelaskan Shinta Oemar adalah ungkapan syukur atas kekayaan dan kesuburan tanahnya.

"Makanan tradisional menjadi elemen pokok dalam menciptakan kebersamaan antar masyarakat Minang. Segala persiapan merupakan sebuah proses kebersamaan yang mengikat menjadi tali silaturahmi,” tutur Shinta Oemar.

Sedangkan Cahayo Hati Limpapeh adalah sebuah kelompok insan yang peduli atas kelestarian budaya Minangkabau dan pada kelestarian budaya Nusantara pada umumnya.

Cahayo Hati Limpapeh bergiat melestarikan budaya Minang dengan memperkenalkan kekayaan dan nilai luhur adat istiadat budaya Minangkabau kepada generasi muda dan pada dunia dengan visi dan misi mengangkat marwah dan kehormatan yang telah diturunkan oleh leluhur kita sesuai budaya dan adat secara turun temurun di seluruh Minangkabau, Sumatera Barat.

Agar Mereka Dapat Hidup Layak

Ketua Perkumpulan Cahayo Limpapeh, Arlisty Sutan Assin R mengakui bahwa membantu orang di kampung halaman yang ditinggalkan. Membantu mereka yang tidak mampu, agar mereka dapat hidup layak. Menjaga kearifan lokal dengan tetap dan tidak meninggalkan busana, tradisi, norma, nilai-nilai, aturan dan hukum yang menjadi sistim dalam masyarakat Minangkabau.

“Ibu Sativa Sutan Aswar (ibu Atitje Aswar) yang adalah Pendiri dan Pembina dari Cahayo Hati Limpapeh, pada 1996 kembali ke Tanah Datar dan tinggal di sana untuk mengajar mereka menenun. Agar pakaian Minang dan tengkuluknya dipakai kembali dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga para perajin mulai kembali menenun, dan membantu mereka dalam meningkatkan nilai ekonomi rumah tangganya. Untung lah kemajuan ini sedikit demi sedikit sudah mulai terasa,” kata Arlisty Sutan Assin R.

Kata ‘Limpapeh’ sendiri diakui Arlisty Sutan Assin R menggambarkan keindahan dari peranan Bundo Kanduang sebagai dasar dari sistim keluarga matrilineal.

Limpapeh sebagai simbol yang mengutakamakan kekuatan pentingnya peranan bundo kanduang di dalam menjalankan nilai-nilai, norma-norma, aturan dan hukum dalam adat Minangkabau, serta pewaris pusaka tinggi dalam Rumah Gadangnya.

Seperti yang tertuang dalam pantun ini:

Limpapeh rumah nan gadang

Sumarak anjuang jo surambi

Nan gadang baso batuah

Chayo kampuang halaman

Hiasan dalam nagari

Susunan Pengurus Cahayo Hati Limpapeh

Pembina:

Sativa Sutan Aswar

Lidia C. Noer

Penasehat:

Jusri Fathma Hakim

Halida Nuriah Hatta

Ketua:

Arlisty Sutan Assin R.

Wakil Ketua:

Lily Amrina

Sekjen:

Myrna Dewitrijana

Bendahara:

J. Prima Thamarina

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini