TRIBUNNEWS.COM - Publik tengah dibuat geram saat empat bocah di Jagakarsa, Jakarta Selatan ditemukan tewas di rumah kontrakan, Rabu (6/12/2023).
Pada proses penyelidikannya, ayah keempat anak itu yaitu berinisial P diduga membunuh mereka.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan kasus ini pun diwarnai dengan dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang diduga dilakukan oleh P terhadap istrinya, D.
Ary menyebut laporan KDRT ini dilakukan oleh kakak ipar P.
"Dugaannya seperti itu (KDRT). Hal ini didasari dari laporan polisi yang diterima Polsek Jagakarsa, Sabtu (2/12/2023) sore."
"Polisi menerima laporan dengan terlapor saudara P. Laporannnya dari kakak D (istri P). Terlapornya P dan diduga melakukan KDRT," ujarnya, Rabu malam.
Baca juga: Sosok Pasutri di Jagakarsa yang 4 Anaknya Tewas Dibunuh, Kondisi Ekonomi Sulit dan Sering Bertengkar
Terkait dugaan KDRT ini, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menyoroti lambannya kepolisian untuk merespons laporan tersebut.
Kendati demikian, Reza mengakui bahwa respons cepat polisi itu sulit dalam praktiknya.
"Polisi harus merespons secepat mungkin laporan atau begitu menerima kabar tentang KDRT. Tapi memang tidak mudah dalam praktiknya."
"Misal di Amerika Serikat, laporan tentang KDRT masuk setiap tiga menit. Di Australia dua menit. Di Indonesia, saya tak punya datanya," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Kamis (7/12/2023).
Reza pun memperkirakan laporan KDRT ke kepolisian di Indonesia rendah lantaran masih adanya stigma bahwa urusan rumah tangga adalah tabu.
Selain itu, sambungnya, kepercayaan publik terhadap kepolisian juga mengalami penurunan.
"Di Indonesia, saya tak punya datanya. Perkiraan saya, rencah, karena masyarakat menganggap KDRT sebagai masalah domestik yang tabu untuk diikutcampuri."
"Belum lagi jika khalayak luas mengalami krisis kepercayaan terhadap polisi," tuturnya.
Baca juga: Usut Penyebab Kematian 4 Anak di Jagakarsa, RS Polri Kramat Jati Lakukan Uji Laboratorium
Tak hanya itu, Reza turut menyoroti sedikitnya personel polisi yang menurutnya turut memengaruhi kecepatan dalam merespons laporan KDRT.
"Petugas Bhabinkamtibmas juga, berdasarkan pengamatan di lingkungan Bogor Barat, kurang gesit dan rendah responsivitasnya.
Di sisi lain, Reza turut menyoroti keselamatan jiwa dari personel polisi ketika merespons laporan KDRT.
"Padahal, saya bertanya-tanya, seberapa jauh polisi kita sudah terlatih agar bisa menangani insiden KDRT secara aman," katanya.
Lebih lanjut, Reza menilai berkaca dari kasus ini, maka perlunya program berskala luas untuk mengatasi kasus KDRT di Indonesia.
Hal tersebut lantaran menurutnya kasus ini menjadi tanda bahwa bunuh diri yang bertalian dengan KDRT sudah menjadi epidemi.
"Dengan asumsi ini merupakan satu kasus yang menandai suicide epidemic, dan bertalian dengan KDRT, maka tidak cukup lagi penyikapan kasus per kasus."
"Butuh program berskala luas untuk mengatasi KDRT dan bunuh diri," tuturnya.
Berkaca dari argumen Reza ini, memang pada saat polisi melakukan olah TKP, terduga pelaku disebut mencoba bunuh diri usai membunuh keempat anaknya tetapi gagal.
Baca juga: Ayah Empat Bocah Tewas di Jagakarsa Belum Bayar Sewa Kontrakan Selama Tujuh Bulan
Kini, terduga pelaku pun sudah dirawat di rumah sakit.
Reza pun menilai ketika memang P terbukti menjadi tersangka maka upaya pemenjaraan terhadapnya tidak serta-merta dapat membuatnya jera.
"Perlakuan punitive berupa pemenjaraan, misalnya, tidak serta-merta mujarab. Dalam kasus KDRT dua seleb belum lama ini, yang berujung penjara bagi suami, saya mengusulkan ada perlakuan selektif berupa waji rehabilitasi bagi pelaku, antara lain anger management dan drug intoxification," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Abdi Ryandha Sakti)
Artikel lain terkait 4 Anak Tewas di Jakarta Selatan