News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wamenag Ungkap Indeks Kerukunan Beragama DKI Jakarta Meningkat ke Posisi 17

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki dalam acara 'Seminar Moderasi Beragama Lintas Agama, Menebar Kebajikan Bagi Sesama' di Gedung Tepasalira, Pejaringan, Jakarta Utara, Rabu (17/1/2024).

Wamenag Ungkap Indeks Kerukunan Beragama di DKI Meningkat ke Posisi 17
 

 
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki, mengungkapkan Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) atau indeks toleransi di Provinsi DKI Jakarta berada di angka 76,47 atau meningkat dari sebelumnya.

Sebelumnya, indeks toleransi di Jakarta berada pada angka 72.

Peringkat Jakarta sebagai kota toleran semakin membaik.

Jika sebelumnya ada di peringkat 22, maka saat ini Jakarta ada di posisi Ke-17.

Sementara, untuk tingkat nasional Indonesia indeks KUB saat ini sebesar 76,024. Berdasarkan angka tersebut, kerukunan antar umat beragama nasional dalam kategori keadaan baik.

Baca juga: Cuaca DKI Jakarta Hari Ini, 17 Januari 2024: Jakarta Barat Hujan Ringan Siang Hari

Hal ini disampaikan Saiful Rahmat Dasuki saat membuka 'Seminar Moderasi Beragama Lintas Agama, Menebar Kebajikan Bagi Sesama' di Gedung Tepasalira, Pejaringan, Jakarta Utara, Rabu (17/1/2024).

"Namun demikian, harus diakui, Indonesia termasuk salah satu negara yang beberapa kali pernah mengalami konflik sosial keagamaan yaitu  peristiwa konflik yang diiringi kekerasan  antar kelompok masyarakat dengan latarbelakang sosial-keagamaan tertentu," kata Saiful.

Saiful mengatakan sampai saat ini, banyak tantangan masih dihadapi terkait hubungan antar umat beragama.

Misalnya saja masih berkembangnya paham keagamaan yang ekstrim di tengah masyarakat, pelajar, bahkan mahasiswa, adanya persekusi terhadap kelompok minoritas, penolakan masyarakat atas pendirian rumah ibadah tertentu, serta isu ekstrimisme dan intoleransi lainnya. 

"Kebhinekaan adalah keniscayaan karena merupakan kehendak Tuhan, agar manusia saling menyapa, mengenal, berkomunikasi, dan memiliki solidaritas sosial terhadap sesama. Namun demikian, dalam praktiknya, kebhinekaan tersebut masih belum sepenuhnya bisa diwujudkan," kata dia.

Tantangan paling berat yang dihadapi, lanjut Saiful, adalah bagaimana mengelola kebhinekaan, sekaligus tetap menjaga persatuan. Indonesia sendiri mewarisi keragaman yang luar biasa kompleks, mulai dari etnis, bahasa, warna kulit, adat istiadat, hingga keyakinan dan agama.

"Kebijakan penguatan moderasi beragam diarahkan pada upaya membentuk masyarakat Indonesia yang berpegang teguh pada nilai dan esensi ajaran agama, berorientasi menciptakan kemaslahatan umum, dan menjunjung tinggi komitmen kebangsaan," jelasnya.

Ia menerangkan saat ini penguatan moderasi beragama menjadi kebutuhan bersama. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat majemuk, moderasi beragama merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun global.

Atas dasar itu, penguatan moderasi beragama dipandang menjadi keniscayaan.

"Kami mengapresiasi terselenggaranya acara “Seminar Moderasi Beragama Lintas Agama, Menebar Kebajikan bagi Sesama” yang diselenggarakan Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu ini. Semoga acara ini efektif, berkontribusi dalam merawat kebhinekaan, meneguhkan kerukunan dan membangun peradaban bangsa yang maju dan sejahtera," katanya.

Dalam kegiatan ini, turut hadir, atara lain, Kepala Kantor Wilayah Kemenag DKI Jakarta Cecep Khaerul Anwar, Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Surari, dan Ketua Matakin DKI Jakarta Liem Liliany Lontoh.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini