TRIBUNNEWS.COM - Viral dugaan diskriminasi tenaga kesehatan (nakes) berhijab di lingkungan Rumah Sakit (RS) Medistra, Jakarta Selatan.
Dugaan diskriminasi ini muncul setelah seorang dokter, Dr.dr. Diani Kartini SpB, subsp.Onk (K) mengundurkan diri karena adanya pembatasan hijab di lingkungan RS Medistra.
Isu ini menuai beragam kecaman dari berbagai pihak. Mulai dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), DPRD DKI Jakarta, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut mengkritik dugaan aturan pembatasan hijab tersebut.
Setelah menuai polemik, pihak RS Medistra pun buka suara.
Direktur RS Medistra, Dr.Agung Budisatria, MM, FISQua menyampaikan permintaan maaf dan menyesali munculnya isu tersebut.
Agung menegaskan pihaknya terbuka bagi siapa saja yang ingin bekerja di RS Medistra.
Ia juga memastikan tidak ada diskriminasi bagi nakes yang menggunakan hijab.
"Manajemen RS Medistra menyampaikan permohonan maaf dan menyesali terjadinya kesalahpahaman dari proses interview yang dilakukan oleh salah satu karyawan kami," ujar Agung, Senin (2/9/2024).
"Sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, RS Medistra selalu patuh dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku, dan berkomitmen untuk senantiasa menghargai keberagaman serta memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh karyawan tanpa memandang gender, suku, ras, agama dan golongannya (SARA)."
Agung menjelaskan, RS Medistra memiliki peraturan yang mengatur standar penampilan dan perilaku karyawan.
Dalam aturan tersebut, tidak ada aturan tentang pembatasan hijab bagi nakes RS Medistra.
Baca juga: MUI: Dugaan Larangan Berhijab di RS Medistra Jakarta Perlu Diusut Polisi
"Ketentuan sebagaimana diatas diterapkan dalam kegiatan sehari-hari di RS Medistra, di mana terdapat banyak dokter spesialis maupun karyawan (dokter umum, perawat, tenaga penunjang medis maupun tenaga non medis) yang menggunakan hijab saat bertugas," imbuhnya.
Agung juga menegaskan, RS Medistra sangat menghormati perbedaan keyakinan dan menjamin hak seluruh karyawan untuk beribadah sesuai agama masing-masing.
Terkait kesalahpahaman yang terjadi, Agung menyebut pihak rumah sakit telah mengambil tindakan tegas dengan memberikan peringatan dan pembinaan karyawan yang dimaksud.
Nantinya, karyawan tersebut tidak akan diikutkan dalam tim interview calon karyawan RS Medistra.
"Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan proses rekrutmen karyawan serta operasional rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat," tandasnya.
MUI hingga Kemkes Buka Suara
Isu diskriminasi nakes berjilbab turut dikomentari MUI hingga Kemenkes.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menilai dugaan ini perlu diusut pihak kepolisian.
Ia menegaskan, tidak boleh ada diskriminasi apa pun di Indonesia.
Terlebih, Indonesia merupakan negara demokratis yang memberikan kebebasan warga negara untuk menjalankan agamanya masing-masing.
Baca juga: Rumah Sakit Medistra Sampaikan Klarifikasi Soal Dugaan Larangan Penggunaan Hijab Bagi Karyawan
"Oleh karena itu, kita berharap dan meminta pihak berwajib diusut," kata Kiai Cholil dalam keterangannya di Jakarta, Senin (2/9/2024).
"Saya sedang tidak berdebat apakah jilbab itu wajib atau tidak. Saya tidak berdebat keyakinan untuk berjilbab atau tidak, tapi kami MUI mengatakan wajib berhijab bagi Muslimah," tandasnya.
Sementara itu, Kemenkes menyebut pihaknya tidak mau ikut campur dalam polemik tersebut.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Termizi menyatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada RS Medistra untuk menangani polemik ini sebaik mungkin.
"(Polemik) ini masih di internal RS Medistra, ya. Dan kami harap bisa diselesaikan sebaik mungkin," ucap Siti, Senin.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Rina Ayu Panca Rini/Yohannes Liestyo P)