Dia ikut berjualan obat keras itu karena butuh biaya tambahan untuk keperluan sehari-hari. Pendapatan dari bisnis aslinya, yakni berjualan pakaian, tak bisa diandalkan.
Apalagi dua dari empat anaknya kini sudah tidak bekerja karena terkena PHK.
Bak seorang sales profesional, pria yang mengenakan Polo shirt dan topi itu memberikan informasi mengenai efek penggunaan Tramadol yang bisa menambah stamina dan pikiran menjadi tenang.
Pria itu juga mengakui penjualan obat yang peruntukannya untuk meredakan rasa nyeri sedang dan parah itu sangat bebas di kawasan Pasar Tanah Abang.
Razia oleh petugas keamanan biasanya dilakukan pada malam menjelang dini hari. Waktunya pun tak bisa dipastikan. Sehingga banyak penjual yang hanya bertransaksi pada siang hari.
"Gampang di sini mah (jualan Tramadol), polisi lewat cuek aja, buser-buser lewat gitu. Iya, ya udah dapat jatah lah (petugas keamanan)," ungkapnya.
Dexa Primadona Baru di Pasar Pramuka
Selain di kawasan Pasar Tanah Abang, Tribunnews juga menelusuri penjualan Tramadol di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur.
Berbeda dengan di Tanah Abang yang penjualannya dilakukan terang-terangan, di Pasar Pramuka penjualan Tramadol dilakukan agak sedikit sembunyi-sembunyi.
Saat Tribunnews memarkirkan kendaraan tepat di samping pasar dan akan masuk ke area Pasar Pramuka, seorang pria berbadan kurus tiba-tiba menghampiri.
Pria yang mengenakan baju abu-abu cukup lusuh itu kemudian bertanya keperluan datang ke Pasar Pramuka.
Awak Tribunnews kemudian menyebut hendak membeli Tramadol.
Dengan mata agak sayu karena kelopak matanya yang menurun, pria tersebut langsung menggetok harga barang yang ingin dibeli.
"Tramadol mah enggak ada (di dalam Pasar Pramuka). Kalau mau, saya ada, tapi harganya Rp200 ribu satu strip. Mau?" ujarnya.
Kaget mendengar harga yang disebutkan pria tersebut, Tribunnews kemudian mencoba menawar dengan harga yang cocok.