Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memantau kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap salah satu mantan karyawan (CS) yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan game art dan animasi ‘BS’ (CL) dan (KL).
Eksploitasi dialami oleh CS saat masih bekerja sebagai Karyawan Perusahaan 'BS' di Menteng, Jakarta Pusat.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan UPT PPPA Provinsi DKI Jakarta guna memastikan proses hukum berjalan sesuai perundang-undangan dan korban mendapatkan keadilan.
“Kami akan terus memantau dan memastikan korban mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kami sangat prihatin dengan maraknya kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan, yang sering kali membuat mereka merasa tidak aman di lingkungan sekitar mereka," ujar Ratna melalui keterangan tertulis, Selasa (17/9/2024).
"Kekerasan terhadap perempuan, baik yang terjadi di dalam rumah tangga maupun di tempat kerja, mencerminkan adanya ketidaksetaraan pada perempuan sehingga perempuan tidak dapat terpenuhi hak-haknya baik di rumah tangga maupun dilingkungan sekitar mereka,” tambah Ratna.
Baca juga: Polisi Periksa 3 Saksi Kasus Dugaan Eksploitasi dan Kekerasan Karyawan Kantor Animasi Jakarta Pusat
Ratna menyatakan pelaku harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Menurutnya, pelaku telah melanggar Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan.
Pelaku terancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
"Dapat juga di kenakan pasal 353 KUHP apabila penganiyaan yang dilakukan telah direncanakan terlebih dahulu, dan Pasal 354 KUHP untuk penganiyaan Berat," ucap Ratna.
Selain dikenakan pasal mengenai penganiayaan, pelaku juga dapat dikenakan pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2023, Pasal 86 ayat 1.
Korban berhak mengajukan pemutusan hubungan kerja sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 154A ayat 1 huruf g, yang mengatur bahwa pemutusan hubungan kerja dapat terjadi jika pekerja/buruh mengajukan permohonan karena pengusaha melakukan penganiayaan, penghinaan secara kasar, atau ancaman.
Jika pemutusan hubungan kerja diterima, korban berhak atas kompensasi seperti cuti tahunan yang belum diambil dan ongkos pulang pisah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, Pasal 40 dan Pasal 45.
Selain kekerasan fisik, Korban juga mengalami pengancaman dari terlapor.
Sebelumnya, Korban melaporkan pelaku (CL) ke Polda Metro Jaya, atas dugaan Tindak Pidana Pengancaman sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 335 KUHP dan segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut.