News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Diskusi Dibubarkan Massa

Petrus Selestinus : Pembubaran Acara Diskusi di Kemang Sinyal Kuat Bangkitnya Pola-pola Orde Baru

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Acara diskusi yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan bersama sejumlah tokoh, Sabtu pagi (28/9/2024), diserang sekelompok orang yang langsung membubarkan kegiatan tersebut. Sekelompok orang tersebut mengenakan masker dan merangsek masuk ke dalam acara.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus bertanggung jawab atas kejadian berupa pembubaran diskusi di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9/2O24) oleh sekelompok pemuda di hadapan petugas kepolisian yang hadir di lokasi tempat kejadian perkara atau TKP.

Apapun alasannya, kehadiran sejumlah personil polisi di lokasi diskusi sejumlah tokoh kritikus terhadap pemerintah di Hotel Grand Kemang, berdasarkan SOP Polri, bertujuan untuk mengamankan dan melindungi pihak yang menjadi target aksi pembubaran sejumlah orang yang berunjuk rasa, bukan sebaliknya membiarkan aksi anarkis berupa pembubaran diskusi sejumlah tokoh kritis. 

Pertemuan Diskusi sejumlah tokoh kritis, adalah bagian dari pelaksanaan pasal 28 UUD 1945, karenanya harus dihomati dan dilindungi, apalagi yang hendak didiskusikan adalah tentang dinamika politik di tanah air terkait penyelenggaraan pemerintahan, demokrasi dan penegakan hukum, sebagai bagian dari partisipasi publik terhadap pembangunan yang haknya dijamin konstitusi dan perundang-undangan lainnya.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi Polri untuk tidak melakukan penindakan terhadap otak atau aktor intelektual dan pelaku lapangan yaitu sejumlah anak muda yang datang membubarkan Diskusi sejumlah tokoh nasional dimaksud.

"Ini jelas sebagai upaya untuk mencoreng wajah pemerintahan yang baru era Prabowo Subianto yang sebentar lagi akan dilantik, sekaligus menjadi bukti bahwa institusi Polri sangat lemah dalam mengemban misi perlindungan terhadap warga negaranya," kata Petrus Selestinus, Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara/Perekat Nusantara dalam keterangan tertulis, Minggu (29/9/2024).

Baca juga: Soal Pembubaran acara Forum Tanah Air di Kemang, Said Didu Pertanyakan Sikap Polisi

Faktanya, kata dia tidak ada penjelasan bahwa Polri telah menindak para pelaku, padahal apa yang terjadi dengan pembubaran Diskusi di Kemang kemarin adala bagian dari peristiwa pidana persekusi, pengrusakan barang dan teror yang terjadi di hadapan petugas kepolisian, terlebih-lebih tidak ada penjelasan bahwa Polri telah menangkap para pelaku lapangan di TKP,  yang terpublish adalah Polri membiarkan peristiwa itu terjadi dengan sempurna atau tuntas.

"Jika Polri tidak membuka penyelidikan atas peristiwa pembubaran paksa diskusi di Hotel Grand Kemang tanggal 28/9/2024 kemarin, maka Polri patut diduga telah menggunakan jasa "preman" atau memperalat "preman" untuk membubarkan diskusi sejumlah tokoh kritis yang selama ini mengkritik keras jalannya pemerintahan Presiden Jokowi sebagai bagian dari partisipasi publik," katanya.

Peristiwa premanisme berupa Pembubaran Diskusi sejumlah tokoh yang terjadi di Hotel Grand Kemang pada 28/9/2024, tidak hanya sebagai sebuah peristiwa yang memalukan, akan tetapi juga akan menajdi peristiwa yang membuat noda hitam dalam pemerintahan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto, karena masyarakat akan menilai peristiwa premanisme sebagai sinyal kuat bangkitnya pola-pola Orde Baru pada pemerintahan era Prabowo Subianto menjadi Presiden.

Untuk membuktikan bahwa Polri tidak terlibat atau tidak punya hidden agenda untuk menggagalkan Diskusi Para Tokoh kritis dimaksud, berupa meminjam tangan atau menggunakan tangan preman atau menggunakan pola premanisme, maka dalam waktu 3 x 24 jam terhitung sejak 28 Agustus 2024, Polri harus sudah menangkap aktor intelektual aksi premanisme berikut para pelaku lapangan. Polri harus segera lakukan tindakan kepolisian terhadap pelaku lapangan yang identitasnya dipastikan sudah ditangan aparat kepolisian.

Jika tidak dilakukan penindakan terhadap otak atau aktor intelektualnya, maka Presiden Jokowi harus memecat Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Jabatan Kapolri dengan terlebih dahulu turunkan pangkatnya satu tingkat di bawahnya menjadi jenderal bintang tiga, dan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto tidak lagi menjadikan Jenderal Listyo Sigit sebagai Kapolri di era Pemerintahan Prabowo Subianto, karena Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah gagal membawa Polri ke arah yang lebih baik selama 4 (empat) tahun menjadi Kapolri.

Apa yang terjadi dengan Pembubaran Diskusi yang  hendak dilakukan oleh Para Tokoh kritis, menjadi bukti bahwa Premanisme semakin merajalela dan melembaga di dalam misi resmi aparat Kepolisian, Preman diperalat Polri untuk berhadapan dengan masyarakat sipil dalam beberapa kasus di lapangan dan ini jelas bukan cara yang beradab, bukan pengayoman dan pelindungan melainkan pembodohan dengan melanggar hukum dan HAM.

Protes Keras 

Oleh karena itu Pergerakan Advokat Nusantara (PEREKAT NUSANTARA) mengutuk keras peristiwa di mana Polri mengabaikan bahkan membiarkan pola premanisme berlangsung tanpa penindakan, tidak ada yang tertangkap tangan dan bahkan dibiarkan dan dipertontonkan oleh petugas kepolisian hingga misi preman itu selesai.

Terdapat rekaman adegan di mana petugas Polisi bersalam damai dengan oknum-oknum pelaku lapangan, memberi kesan bahwa Polri puas dengan sukses pelaku lapangan mengeksekusi pembubaran diskusi para tokoh.

Ini bukan era Pamswakarsa di awal reformasi dengan peran mengemban misi kepolisian atau mengatasnamakan fungsi kepolisian atau menjadi bagian dari alat kekuasaan negara dalam kegiatan pengamanan membantu Polri karena  Polri saat ini sudah memiliki segala-galanya dalam menciptakan Kamtibmas dengan tetap mengedepankan fungsi pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, bukan malah menjadi bagian dari persoalan yang bersifat melanggar hukum dan HAM.

Oleh karena itu, jika dalam tempo 3 x 24 jam, tidak ada pengumuman resmi dari Kapolri, apakah aktor intelektual dan para oknum pelaku lapangan telah ditindak atau belum, maka Presiden Jokowi harus tegas bertindak cepat "berhentikan" Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari jabatan Kapolri dan pangkat Jenderal bintang empat diturunkan menjadi bintang tiga.

Jika Presiden Jokowi tidak melakukan penindakan dan Polri tidak melakukan tindakan Kepolisian terhadap para pelaku sesuai hukum, maka Presiden terpilih Prabowo Subianto di minta untuk tidak memberikan jabatan apapun kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sebagai KAPOLRI berikutnya, karena ia telah gagal mengemban misi Kepolisian Negara selama 4 (empat) tahun menjadi Kapolri.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini