TRIBUNNEWS.COM Kasus pembunuhan mutilasi yang menimpa Sinta Handiyana, 40 tahun, oleh Fauzan Fahmi, 43 tahun, menjadi sorotan masyarakat.
Mayat Sinta ditemukan tanpa kepala di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara.
Meski tindakan keji ini mengundang kemarahan, Fauzan tidak dijatuhi hukuman mati, melainkan hanya terancam hukuman penjara selama 15 tahun.
Apa penyebab di balik keputusan tersebut?
Mengapa Fauzan Hanya Dikenakan Pasal 338 KUHP?
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra menjelaskan bahwa penyidik hanya menerapkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, bukan Pasal 340 KUHP yang mengatur tentang pembunuhan berencana yang lebih berat ancaman hukumannya.
Menurut Kombes Wira, keputusan ini diambil berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti.
"Pembunuhan yang disertai mutilasi itu dilakukan Fauzan secara spontan karena pelaku emosi setelah istri dan orangtuanya dihina," jelasnya.
Apa Syarat untuk Penerapan Pasal 340 KUHP?
Kombes Wira menjelaskan bahwa Pasal 340 KUHP mengharuskan adanya niat jahat yang sudah direncanakan sebelumnya.
"Kalau dalam kasus ini, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kejadian tersebut spontan. Tersulut emosi," tambahnya.
Baca juga: Keluarga Bantah Korban Mutilasi di Muara Baru Jakut Pernah Nikah Siri dengan Pelaku: Siapa Saksinya?
Bagaimana Kronologi Kasus Ini Terjadi?
Apa yang Terjadi Sebelum Pembunuhan?
Kronologi pembunuhan bermula ketika Sinta menghubungi Fauzan dan memintanya untuk membawakan ikan tuna pada Minggu, 27 Oktober 2024.
Sinta mengundang Fauzan ke Hotel Aceh Besar, tempat mereka bertemu dan berhubungan intim.
Setelah itu, mereka kembali ke rumah Fauzan.
Namun, saat di rumah, Sinta menghina istri Fauzan.
"Saya tidak mau takut ada si perek," ujar Sinta, yang merujuk pada istri Fauzan.