TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dwi Ayu Darmawati, seorang pegawai berusia 19 tahun di sebuah toko kue di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, kini hidup dalam bayang-bayang trauma akibat penganiayaan yang dialaminya.
Dua bulan berlalu sejak kejadian yang terjadi pada 17 Oktober 2024, namun jejak luka itu masih menghantui setiap aspek kehidupan Dwi.
Kejadian tersebut berawal dari aksi brutal pelaku berinisial G, anak pemilik toko, yang tidak segan-melempar Dwi dengan berbagai barang, termasuk patung pajangan, mesin EDC, dan kursi.
Akibatnya, Dwi mengalami pendarahan di kepala dan memar di berbagai bagian tubuh—tangan, kaki, paha, dan pinggang.
"Sekarang tidur selalu pagi. Awalnya, sebelum kejadian, saya selalu tidur tepat waktu, jam 21:00 WIB atau jam 22:00 WIB. Tapi sekarang, baru bisa tidur itu pagi. Insomnia," ungkap Dwi dengan nada penuh kesedihan saat di wawancara pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Kenyataan bahwa Dwi kini sering terjaga hingga pagi karena terus memikirkan kasus penganiayaan yang dialaminya menunjukkan betapa dalamnya trauma ini.
Dwi bahkan telah berhenti dari tempat kerjanya, tetapi bayang-bayang kejadian itu tak kunjung hilang.
Dia merasakan kesedihan yang tidak dapat dia jelaskan, dan berharap agar keadilan segera berpihak padanya.
"Saya berharapnya bisa mendapatkan keadilan, karena banyak korban sebelumnya sebelum saya itu banyak," ujarnya.
Setelah insiden mengerikan itu, Dwi melaporkan kasusnya ke SPKT Polres Metro Jakarta Timur.
Laporannya diterima dengan sangkaan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
Namun, hingga saat ini, pelaku G belum juga ditetapkan sebagai tersangka, dan Dwi tidak menerima informasi mengenai perkembangan kasusnya.
Sebelum melapor, pelaku sempat berkata, "Saya kebal hukum," seraya menghina Dwi dengan kata-kata 'babu' dan 'miskin'.
Kalimat tersebut menggarisbawahi bagaimana posisi Dwi sebagai korban terasa semakin terjepit.