Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat
JAKARTA, TRIBUNNEWS.COM -- Kehadiran Presiden Amerika Serikat,
Barack Obama ke Jakarta sejak, Selasa, 9 November hingga hari ini, Rabu
(10/11/2010), tidak saja membawa berkah di bidang peningkatan kerjasama
bilateral antara Amerika Serikat dengan Indonesia, tetapi juga membawa makna lain.
Jamuan makan malam yang diadakan untuk menyambut kedatangan Obama di Istana Negara juga "menarik" Megawati Soekarnoputeri ke Istana untuk bertemu dengan Presiden SBY, rivalnya dalam dua kali pemilihan presiden.
Kedatangan Mega ke Istana Negara kali ini, merupakan kali pertama sejak lengser dari tampuk kepresidenan di tahun 2004.
"Saya
melihat kedatangan Obama tidak saja sangat penting bagi peningkatan
hubungan AS-RI tetapi juga menjadi magnit pertemuan Mega dengan SBY
untuk kedua kalinya,"ujar pengamat dari Universitas Indonesia, DR Ari
Junaedi kepada Tribunnews, Rabu (10/11/2020).
Setelah
sering diwartakan media sebelumnya, terjadinya keretakan hubungan Mega
dengan SBY sejak 2004, pertemuan Mega dengan SBY baru kali pertama
terjadi saat peringatan Hari Lahirnya Pancasila di Gedung Pola, Jakarta,
1 Juni 2010 silam.
"Saya melihat kedatangan Mega ke acara jamuan
makan malam di Istana tidak lepas dari penghormatan Mega kepada Obama.
Namun yang pasti, SBY juga yang merencanakan hal tersebut karena selaku
tuan rumah.
Makna kejadian ini adalah, upaya "perangkulan" PDIP dalam
hal ini Megawati selaku ketua umumnya oleh SBY akan semakin intens
mengingat faktor TK (Taufiq Kiemas-red) sudah berhasil dirangkul lewat
kursi Ketua MPR,"urai Ari Junaedi yang tak lain mantan staf khusus
Megawati Soekarnoputri ini.
Bisa jadi, katanya, isu resufle kabinet akan semakin kuat berhembus seiring meredanya berbagai bencana tanah air.
"Jangka
panjang, sulit pertahankan kekuatan opisisi hadir di tanah air jika
kekuatan PDIP dalam hal ini Megawati berhasil dijerat SBY. Yang jelas,
tidak ada lagi pembedaan warna politik biru, merah, atau kuning dalam
jagat politik di Indonesia. Silahturami antar tokoh mutlak memang
diperlukan. Namun jangan sampai pertemuan Mega dengan SBY berhasil
mengubah kutub politik PDIP dan Demokrat," tandas Ari Junaedi yang juga
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian AAFED.
Ditandaskan, jika PDIP
tidak ada bedanya dengan Partai Demokrat, arus besar pemilih PDIP akan
meninggalkan partai berlambang banteng ke partai-partai lain.
"Gejala
itu sudah terlihat dengan beralihnya para kepala daerah yang sebelum
diusung PDIP ke partai lain, atau makin menguatnya "arus diam" di tubuh
partai yang berlabel wong cilik. Kelompok "diam" ini akan mengubah besar
kecilnya size PDIP di 2014," demikian Ari Junaedi. (*)
Ari: Kehadiran Mega ke Istana Sinyal PDI-P Mendekat
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Tjatur Wisanggeni
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger