News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

SBY vs Sultan

Ical di Persimpangan Jalan Berliku 'Islah' SBY-Sultan

Penulis: Ade Mayasanto
Editor: Tjatur Wisanggeni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Aburizal Bakrie

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Keberhasilan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Aburizal Bakrie memfasilitasi pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X, tidak serta merta mendudukkan Aburizal pada posisi mendukung mekanisme pemilihan untuk kepala daerah DI Yogyakarta. Aburizal yang juga mantan Menko Kesra ini justru berada di persimpangan keistimewaan Yogyakarta. Antara pemilihan atau penetapan.

"Pembicaraan saat ini untuk mencari titik temu, dan proses itu sekarang sedang berjalan. Jadi belum bisa dikatakan sebagai balik jalan, atau jalan teruskan," kata Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y. Thohari kepada tribunnews.com di Jakarta.

Ihwal belum ada titik temu di partai berlambang pohon beringin ini tidak terlepas dari sikap pengurus teras DPP Partai Golkar terhadap keistimewaan Yogyakarta. Kedekatan Aburizal dengan SBY dianggap menjadi persoalan mendasar. Padahal, sikap Partai Golkar melalui DPRD di Yogyakarta jelas-jelas mendukung penetapan Sultan sebagai kepala daerah di Yogyakarta.

"Bicara politik menimbulkan pro dan kontra, ada dimensi yang kontroversial. Jadi kalau Golkar ada perbedaan pendapat, itu hal biasa. Kita yakin akan berproses, dan menuju kristiliasi sikap akhir Partai Golkar," paparnya.

Menurut Hajriyanto yang kini menjabat Wakil Ketua MPR, sikap final Partai Golkar akan mengikuti perkembangan pertemuan SBY dan Sultan. Dua tokoh inilah yang dianggap mampu meredakan polemik keistimewaan Yogyakarta.

"Kita lihat ke depan, siapa tahu ada konsep yang belum disampaikan secara komprehensif, apakah penetapan atau pemilihan," ucapnya seraya berharap, keputusan tentang keistimewaan Yogyakarta tidak menyudutkan pihak manapun.

"Pertemuan itu diharapkan akan menghasilkan sebuah keputusan yang tidak terlalu mengecewakan pihak manapun," imbuhnya.

Dia menambahkan, hasil apik atas polemik keistimewaan Yogyakarta bisa diraih bila pembicaraan berlangsung dengan kepala dingin, dan jauh dari hiruk pikuk politik.

"Tentu masing-masing pihak berusaha meyakinkan posisi masing-masing sesuai dengan argumen yang diperlukan baik historis, politik, maupun argumen yang sifatnya ideologis," sergahnya.
"Golkar sebagai partai berwawasan kebangsaan, tetap berpatok pada pancasila. Karena itu, semua diletakkan dalam persepektif nasional, bukan pada provinsi," sergahnya.

Peran Aburizal pada pertemuan SBY dan Sultan di Wisma Negara sempat menjadi buah bibir politisi nasional. Apalagi, SBY selaku pemangku kursi pemerintahan berada di atas Sultan.

"Mengapa kalau hanya memanggil gubernur, Sri Sultan harus difasilitasi. Ini tak lazim. Gubernur itu bawahan presiden. Lurah pun, kalau mau dipanggil presiden tak usah pakai perantara," kata Tjahjo Kumolo saat ditemui di Kantor DPP PDI-P, Lenteng Agung, Kamis (23/12/2010) kemarin.

Namun demikian, Tjahjo tetap merasa yakin Sultan tidak akan berbalik badan. Penetapan Kepala Daerah DI Yogyakarta menjadi harga mati atas keistimewaan Yogyakarta.

"Jawaban Sri Sultan sebenarnya sudah jelas, ia hanya mendengarkan apa yang menjadi aspirasi rakyat Yogya sesungguhnya.  Dan saya, selama tiga jam sudah bertemu Sri Sultan, menjelaskan apa yang menjadi aspirasi rakyatnya," urainya.

Sementara itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) justru geram atas langkah Aburizal yang tidak melibatkan PPP pada pertemuan SBY-Sultan.

"Ya jelas (menyayangkan), karena yang rugi bukan hanya anggota koalisi saja. Yang rugi adalah bangsa ini," kata Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin.

Kegeraman PPP bukan tanpa alasan. Alasannya, RUU Keistimewaan Yogyakarta merupkan isu yang krusial, dan luar biasa. Namun masalah krusil tersebut tidak terlebih dahalu dibahas di Sekretariat gabungan (setgab) koalisi, sebelum draf Keistimewaan dilempar ke publik.

"Idealnya sebelum muncul ke publik, atau disampaikan ke DRP, draf itu dibicarakan di kalangan yang bergabung di koalisi itu, sehingga tidak menimbulkan pro kontra yang lebar," imbuhnya. "Anggota koalisi sama sekali tidak tahu menahu tentang subtansi RUUK Yogyakarta."

Dia berharap, hilangnya komunikasi tersebut bisa diselesaikan di masa mendatang. Dengan komunikasi yang apik, Setgab bakal semakin kokoh menjadi penyokong kebijakan SBY- Boediono.

"Ke depan itu harus diperbaiki kalau setgab mau diperkokoh. Saya pikir ini cukup mendasar, semua masalah itu muncul karena miskomunikasi," sergahnya. (tribunnews.com/ade mayasanto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini