TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah mengaku sedih melihat hasil penyelidikan yang dilontarkan anggota-anggota komite etik terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan pidana yang dilakukan beberapa pimpinan KPK.
Fahri kemudian menuding tokoh-tokoh tua seperti Abdullah Hehamahua, Syafei Maarif bukanlah tokoh yang patut diambil sebagai contoh karena pemikiran, tindakan dan sikap yang tercermin dari pernyataan otoriter, menganggap yang paling benar.
“Saya sedih dengan sikap mereka. Kenapa perbedaan dipandang sebagai ancaman? Apakah salah jika saya memiliki cara pandang lain mengenai KPK? Memandang siapapun yang memiliki cara pandang diluar cara pandang mereka sebagai orang yang salah,” kata Fahri Hamzah, Rabu (05/10/2011).
Fahri kemudian menegaskan, hal yang lumrah kemudian muncul perdebatan terkait wacana pembubaran Badan anggaran (DPR) ataupun pembubaran KPK.
“Selama dalam tataran wacana itu, kan hal yang sah saja terlebih dialam demokrasi seperti saat ini. Jangan menganggap orang yang berbeda pendapat sebagai orang yang salah. Apalagi jika langsung menuduh orang-orang yang berwacana pembubaran KPK sebagai orang oleng dan labil," tandasnya.
"Sebagai seorang yang menamakan diri Buya atau bapak bangsa harusnya tahu jikapun ingin dilaksanakan maka pembubaran KPK baru bisa dilaksanakan setelah melalui berbagai macam rapat dengar pendapat dengan masyarakat, beberapa mekanisme dan aturan yang ada. Jadi masih panjang dan ini baru sekedar wacana,” katanya lagi.
Kalau baru mewacanakan saja, ujarnya lagi, masyarakat langsung dicap sebagai orang yang labil dan oleng, maka bagaimana jika hal itu benar-benar dilakukan? Syafei Maarif kata Fahri lagi, seakan ingin mewariskan iklim anti demokrasi.
“Orang-orang tua yang harusnya bijak ini tidak bisa menerima cara pandang kami yang muda-muda sepertinya. Tidak memahami arti demokrasi dan otoriter. Cara pandang seperti itu memprovokasi masyarakat dan menjustifikasi apapun yang dilakukan KPK selama ini benar," demikian Fahri Hamzah.