Laporan Wartawan Tribunnews.com Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri tetap menggunakan alasan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1762 Tahun 2007 tentang pengamanan objek vital nasional, yang diturunkan melalui petunjuk teknis Polri Tahun 2005, untuk membenarkan anggotanya menerima sumbangan dana pengamanan dari PT Freeport Indonesia, sebagaimana tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) Polda Papua dan perusahaan pada 2010.
Padahal, di Keppres Nomor 63 Tahun 2004 tentang pengamanan objek vital nasional dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1762 Tahun 2007, tidak ada poin yang mengatur ataupun membenarkan polisi sebagai bagian lembaga penegak hukum dianggap sah menerima dana dari pihak luar, PT Freeport.
"Itu bukan permasalahan karena Keppres mengatur ada objek vital nasional yang harus diberikan jaminan keamanannya. Kemudian, oleh keputusan menteri ESDM memutuskan PT Freeport salah satu objek vital nasional yang harus dilindungi. Kemudian, dalam rangka pelaksanaannya juga adanya MoU antara Kapolda (Papua) dengan Presiden Direktur PT Freeport untuk teknis bagaimana pelaksanaan pengamanannya, sekaligus mereka memberikan bentuan kepada petugas kami di lapangan. Sehinga kami tidak lagi menggunakan APBN kami untuk kegiatan tersebut," papar Kadiv Humas Polri, Irjen (Pol) Saud Usman Nasution, saat ditanya payung hukum penerimaan dana Freeport, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (8/11/2011).
Saud mengakui di dalam Keppres tersebut tidak diatur jika Polri sebagai penanggung jawab keamanan di Papua berhak menerima dana dari pihak yang diamankan. Namun, ia beralasan semua tugas polisi yang mengamankan tersebut memerlukan dana besar, sementara anggaran yang diterima Polri jumlahnya terbatas untuk menutupi kebutuhan dana tersebut. "Anggaran kami ini yang terbatas, tidak mungkin kami gunakan untuk itu," katanya.
Laporan sementara yang diterima Mabes Polri, dana 14 juta dolar AS dari PT Freeport diperuntukkan bagi 365 polisi yang tergabung dalam Satgas pengamanan areal tambang, dengan masing-masing menerima uang saku Rp 1,25 juta perbulan hingga dalam bentuk sarana dan prasarana pengamanan. Itu berdasarkan MoU antara PT Freeport dan Polda Papua sejak 2010.
Polri menganggap wajar pemberian dana tersebut sekaligus terpaksa diterima, karena faktor kebutuhan anggota di medan yang terbilang sulit dan belum adanya anggaran Polri untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Saat ditanya, bukankah anggaran Polri terdapat mata anggaran untuk pengamanan objek vital, Saud menjawab, "Kami lihat, kalau sudah dibiayai oleh masing-masing objek vital itu, kami tidak perlu lagi dukung anggarannya. Jadi tidak boleh satu kegiatan itu didukung oleh dua sumber anggaran yang berbeda."
Menurut Saud, anggaran Polri tidak ada yang dianggarkan secara khusus untuk pengamanan PT Freeport. "Kebutuhan hidup di sana mahal, sehingga kami tidak mungkin mampu memberi dukungan anggaran kepada petugas kami di sana. Karena, mereka (PT Freeport) bersedia mengasih, jadi silakan saja," katanya.
Polri, kata Saud, tidak masalah jika nantinya PT Freeport menghentikan pemberian sumbangan kepada anggota yang mengamankan areal tambang mereka, karena memang polisi di lapangan hanya menjalankan tugas pengamanan. Tapi, jika PT Freeport tetap memberikan dana pengamanan, lanjut Saud, Polri tak akan menyiapkan dana pengamanan untuk tujuan itu.