TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Ryamizard Ryacudu mengatakan upaya keras untuk menangkap para penembak dan mereka yang berbuat kekerasan di Papua, merupakan keharusan dan ini tantangan untuk menjernihkan situasi di Provinsi Kepala Burung itu.
"Kekerasan yang terus terjadi di bumi Papua mengkhawatirkan kita, apalagi korban kekerasan berupa penembakan-penembakan juga menimpa aparat, seperti terjadi pada dua anggota Brimog beberapa hari lalu. Karena itu pelaku kekerasan dan penembakan terhadap aparat dan warga di Papua harus segera ditangkap," ujar Jenderal Purn Ryamizard Ryacudu, Senin (5/12/2011).
Menurut Ryamizard, Indonesia adalah negara hukum dan tidak boleh ada orang yang seenaknya melakukan kekerasan dan juga penembakan, apalagi sampai menimbulkan kematian dan akhirnya meresahkan semua.
Menurut Ryamizard, situasi dan kondisi di Papua memang sangat tak menguntungkan. Namun, tetap harus ada ketegasan. Hal tersebut berupa keyakinan sikap bahwa Papua bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Papua bagian dari NKRI dan itu harga mati. Tidak ada lagi kata merdeka dan lain sebagainya," kata Ryamizard.
Dalam kaitan konflik dan kekerasan di Papua dan beberapa daerah lain, Ryamizard akhir pekan lalu dalam Seminar Nasional "Revitalisasi Pancasila Menyongsong Era Pasifik" yang digelar oleh Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI POLRI (FKPPI) Bali mengingatkan kembali bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI ) adalah harga mati dan tidak boleh ada gerakan separatis atau upaya melepaskan diri dari NKRI.
“itu semua sudah harga mati, karena ini adalah hidup kita. jadi kunci harga mati tidak ada lagi tawar menawar, sumpah saya adalah demi Allah, setia kepada negara kesatuan. saya sudah pensiun tapi tidak akan pernah dicabut sumpah prajurit. itu harga mati,” katanya.
Terkait, dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua, Ryamizard menegaskan, kalau HAM juga harus memayungi seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya segelintir orang.
"HAM kita Pancasila, jelas itu. Dua ratus tujuh puluh tiga juta rakyat Indonesia, itu kalau HAM mau diberlakukan setara, bukan hanya untuk kepentingan satu atau dua orang saja. Jangan sampai satu, dua, tiga orang mengalahkan 237 juta rakyat atas nama HAM. Jadi, TNI harus ada di depan melindungi itu," kata Ryamizard.