Laporan Wartawan Tribunnews.com Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom merasa tertekan atas dugaan suap terhadap politikus Senayan periode 1999-2004. Apalagi, Miranda diduga terkait pemberian 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar.
“Meskipun begitu banyak tekanan, saya yakin semuanya akan berjalan dengan baik," kata Miranda saat ditemui di kediamannya di jalan Sriwijaya nomor 14, jakarta Selatan, Kamis (26/1/2012).
Miranda tak merinci perihal tekanan tersebut. Ia hanya menyebut, tekanan terbesar berasal dari publik dan media.
"Tekanan dari publik dan media. Kan media yang paling senang dan berbahagia sekali,” ucapnya.
Namun demikian, Miranda berharap proses hukum perkara cek pelawat dapat ditangani dengan baik.
“Jadi saya pikir kita hormati hukum, saya percaya betul bahwa KPK dengan kewenangan yang dimiliki, dia akan menjalankan tugasnya dengan baik,” paparnya seraya tetap mengaku tak mengetahui siapa pemberi cek pelawat kepada puluhan tersangka anggota DPR RI periode 1999-2004.
“Kalau saya tidak menjawab sekarang, bukan karena saya tidak mau menjawab anda-anda, tetapi memang saya tidak tahu persoalannya,” imbuhnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Deputi Gubernur Senior BI (DGS BI), Miranda Swaray Goeltom, sebagai tersangka suap anggota DPR 1999-2004 dalam pemilihan DGS BI yang dimenangkan dirinya pada 2004 lalu.
"Berdasarkan hasil ekspose, dan pedalaman terhadap kasus cek pelawat maka kasus ini, kami tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan terhadap seorang tersangka. Inisial saja, jadi kami tingkatkan statusnya MSG dalam kasus cek pelawat," ujar Ketua KPK, Abraham Samad, dalam jumpa pers di kantor KPK, Kamis (26/1/2012).
Miranda dikenakan Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-undang tentang Pemberantadan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 dan 2 atau Pasal 56 KUHP, karena diduga membantu dan turut serta atas perbuatan korupsi Nunun Nurbaeti dalam aliran suap cek pelawat ke anggota DPR 1999-2004 dalam pemilihan DGS BI pada 2004.