TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menelusuri kebijakan dan kewenangan pengawasan perbankan yang dilakukan Miranda Swaray Goeltom saat menjabat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) untuk mencari titik terang penyandang dana 480 cek pelawat (traveller cheque) senilai Rp 24 miliar yang dipakai menyuap anggota DPR 1999-2004 saat pemilihan DGS BI 2004 yang dimenangkan Miranda.
"Nah ini yang kemudian mesti ditelusuri KPK. Karena ini sangat strategis," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, di kantornya, Jakarta, Minggu (29/1/2012).
Menurut Danang, modal utama bisnis perbankan adalah kepercayaan. Sebab, sebenarnya binis perbankan adalah bisnis kepercayaan. Tugas pengawasan BI berperan penting dan sangat strategis untuk menjaga standar perbankan yang telah ditetapkannya.
Sementara, saat krisis moneter 1998 banyak bank bangkrut, dilikuidasi dan masuk daftar hitam atau blacklist oleh BI, karena tidak mampu memenuhi tingginya standar BI. Berkaca dari krisis tersebut, pemenerbitkan izin operasional bank sulit, karena pengawasan ketat dari BI. "Pemilik-pemilik perbankan waktu itu seharusnya kena blacklist," ujarnya.
Menurut Danang, kuat dugaan pemilik bank hitam yang memiliki reputasi buruk berkepentingan membeli kewenangan perbankan yang dimiliki BI. Satu di antaranya satunya dengan memasang orang-orang kepercayaan mereka.
Menurutnya, kebijakan dan kewenangan pengawasan yang dimiliki BI adalah pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap sponsor atau penyandang dana cek pelawat yang diduga berkepentingan memenangkan Miranda menjadi DGS BI.
"Jadi, ini masih bisa ditelusuri untuk melacak siapa sih? Bank-bank mana saja sih yang sebenarnya diuntungkan dari bisnis kebijakan itu. Jadi, ada banyak informasi yang bisa ditelusuri. Memang tidak mudah bagi KPK, karena korupsi di perbankan lebih canggih dari korupsi pengadaan," tukasnya.
Sebagaimana diketahui, sejak mantan anggota DPR RI periode 1999-2004 dari PDI Perjuangan, Agus Condro, melaporkan kasus suap cek pelawat ini, lebih tiga tahun sudah kasus tersebut ditangani KPK. Puluhan anggota DPR saat itu, termasuk Agus Condro, ditetapkan sebagai tersangka sebagai penerima.
Baru pada Kamis (26/1/2012), Miranda selaku orang yang terpilih dari pemilihan DGS BI 2004 itu ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka. Ia disangkakan turut serta atau membantu aksi suap 480 lembar cek pelawat yang dilakukan tersangka Nunun Nurbaeti.
Hingga Agus Condro bebas dari penjara, dan Miranda menjadi tersangka, KPK belum mampu mengungkap aktor intelektual atau penyandang dana cek pelawat tersebut.
Miranda membantah terlibat dalam suap anggota dewan itu. Ia mengatakan terpilih menjadi DGS BI saat itu karena kemampuannya di bidang perbankan.