TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammad Dunir menyelesaikan pemeriksaan lanjutannya di kantor KPK, Jakarta, Rabu (25/4/2012) petang.
Dunir adalah tersangka dugaan suap pembahasan peraturan daerah penyelenggaran PON XVIII di Riau. Seusai menjalani pemeriksaan selama tujuh jam oleh penyidik KPK, Dunir bungkam kepada wartawan yang menunggunya.
"Sama pengacara saya saja," ujarnya seraya bergegas masuk ke dalam mobil tahanan.
Pengacara Dunir, Aziun Asyari mengatakan, pemeriksaan kliennya hari ini hanya sebatas keterlibatan sebagai ketua panitia khusus (Pansus) perubahan Perda Nomor 6 Tahun 2010.
"Hanya sebagai itu kapasitas diperiksa hari ini," imbuhnya seusai mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan.
Pada kesempatan sama, Aziun juga membantah tudingan kubu tersangka M Faisal Aswan (Anggota DPRD Riau), yang mengatakan Dunir selaku ketua Pansus, yang berinisiatif menyuruh Aswan menjemput uang dari Dispora, yaitu melalui Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana Dispora Riau, Eka Dharma Putra.
"Oh enggak, tidak seperti itu, fakta di lapangan bahwa yang tertangkap tangan di sini adalah Faisal Aswan, sedangkan Dunir selaku ketua pansus secara fisik uang itu belum diterima. Maka tertangkap tangan uang Rp 900 juta itu di tangan Aswan, bukan Dunir," papar Aziun.
Kendati demikian, Aziun mengakui kliennya kerap melakukan hubungan dengan Kadispora Riau Lukman Abas dan Kasie Dispora Eka Dharma Putra, sebagai pihak yang pertama kali menggulirkan adanya revisi Perda Nomor 6 2010 terkait penyelenggaran PON XVIII di Riau.
"Selama ini klien kami hanya berhubungan dengan Kadispora Lukman Abas dan PPATK-nya, Eka. Jadi, kalau pengembangan dari gubernur, paling tidak klien kami tidak pernah berhubungan dengan gubernur," terangnya saat ditanyai keterlibatan gubernur Riau
Hubungan Muhammad Dunir selaku ketua Pansus Revisi Perda dengan Kadispora itu seperti apa?
"Kadis kan mengajukan Perda, terhadap Perda Nomor 6 Tahun 2010, direvisi, dari Rp 44 miliar ditambah lagi Rp 19 miliar. Tentu, ada hubungan beliau sebagai ketua pansus dan kadisnya yang nmengajukan, hanya sebatas itu," jelasnya.
Meski begitu, Aziun menampik adanya koordinasi antara Dispora Riau dengan Kemenpora.
"Kalau Kemenpora pusat tidak ada, karena ini skupnya masih kedaerahan," tukasnya.
Pada kesempatan ini, Aziun pun membantah kliennya turut kecipratan uang Rp 900 juta yang diduga uang suap. Aziun lantas menunjuk hidung politisi Partai Golkar Muhammad Faisal Aswan, sebagai pihak yang terang-terang menerima uang tersebut.
Sebaliknya, melalui pengacaranya, Sam Daeng Rani, M Faisal Aswan mengatakan, justru Dunir lah selaku ketua pansus yang menyuruhnya mengambil uang senilai Rp 900 juta, dan tertangkap tangan oleh petugas KPK.
Diterangkannya juga, Faisal tidak pernah kenal dengan Eka sebelumnya.
"Dunir yang menyuruh ambil uang dari Dispora dan diserahkan ke Dunir. Faisal tidak tahu mau dibagikan kepada siapa saja uang itu, hanya merealisasikan permintaan dari Dunir," kata Sam Daeng, seusai mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan di KPK, Rabu.
Diungkapkan Sam Daeng, Faisal mengikuti permintaan Dunir karena hubungan pertemanan, dan karena ada utang ke Dunir sebesar Rp 50 juta.
Ada yang unik dari kedua pihak ini. Mereka saling menuding, namun kompak untuk tutup mulut tentang adanya keterlibatan Gubernur Riau Rusli Zainal.
"Saya tak berwenang menyampaikan (keterlibatan gubernur Riau). Biar lah penyidik. Lagi pula ini kan belum sampai dipersidangan, nanti lah," tukas Sam Daeng.
Dalam perkara ini, Gubernur Riau Rusli Zainal telah dicegah bepergian ke luar wilayah Indonesia, oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham atas permohonan KPK. Sebab, Rusli diduga banyak mengetahui kasup tersebut. (*)