TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta menolak keberatan (eksepsi) terdakwa perkara perkara dugaan suap pengurusan kelebihan pajak PT. Bhakti Investama, James Gunarjo atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK. Sidang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.
"Mengadili, menyatakan keberatan tim penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima. Menyatakan sah surat dakwaan Penuntut Umum tanggal 8 Agustus 2012 sebagai dasar untuk memeriksa dan mengadili perkara atas nama terdakwa James Gunarjo," kata Ketua Majelis Hakim, Dharmawati Ningsih saat membacakan putusan sela dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/9/2012).
Hakim Dharwati kemudian memerintahkan JPU untuk melanjutkan perkaranya dengan agenda pembuktian dengan mendengarkan keteranga saki-saksi.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai keberatan penasihat hukum atas dakwaan sudah memasuki materi perkara yang akan dibuktikan dalam sidang. Sehingga, keberatan tersebut tidak dapat diterima.
"Materi keberatan penasihat hukum sudah memasuki materi perkara. Sedangkan, surat dakwaan penuntut umum telah memuat identitas terdakwa sehingga secara formal surat dakwaan telah terpenuhi," kata hakim anggota, Anwar.
Atas putusan sela tersebut, sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi akan digelar pada Senin tanggal 10 September 2012 dan Rabu tanggal 12 September 2012.
Sebelumnya, James selaku advisor PT Agis bersama-sama dengan Komisaris Independen PT Bhakti Investama, Antonius Z Tonbeng didakwa memberi sesuatu, yaitu uang sejumlah Rp 280 juta kepada pegawai pajak, Tommy Hindratno.
Menurut Jaksa Agus Salim, uang Rp 280 juta diberikan karena Tommy telah memberikan data atau informasi hasil pemeriksaan Ditjen Pajak terkait permohonan lebih pajak PT Bhakti Investama.
Dalam dakwaan dikatakan terdakwa James ternyata telah kenal sebelumnya dengan Tommy yang bekerja pada Ditjen Pajak. Kemudian, terkait proses lebih pajak tersebut pada akhir Januari 2011, James dan Antonius bertemu dengan Tommy di tempat makan di kantor MNC Tower.
"Ketika itu, terdakwa dan Antonius meminta Tommy membantu klaim lebih pajak PT BI. Saat itu terdakwa memberitahu bahwa pemriksa pajaknya ada tiga orang salah satunya adalah Agus Totong. Dalam kesempata itu, Antonius mengatakan jika berhasil akan ada (imbalan)," kata Agus dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8).
Atas permintaan tersebut, lanjut Agus, Tommy tindaklanjuti dengan bertemu dengan Agus Totong pada Februari 2012. Dengan tujuan, memastikan bahwa Agus Totong adalah ketua tim pemeriksa klaim lebih pajak PT BI.
Kemudian, pada Maret 2012 terdakwa dan Antonius bertemu Tommy untuk membicarakan lebih rinci. Saat itu, Antonius minta Tommy untuk menyampaikan ke tim pemeriksa bahwa bunga biaya obligasi, makan minum agar tidak banyak dikoreksi dan dibebankan sebagai biaya pengeluaran.
Atas permintaan itu, ternyata terdakwa secara rutin berkomunikasi dengan Tommy melalui telepon. Dengan tujuan memastikan keluarnya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Dan juga memastikan uang lebih pajak segera cair.
Berdasarkan atensi dari Tommy terhadap pemeriksaan lebih pajak PT BI, pada tanggal 20 April 2012 tim pemeriksa membuat hasil pemriksaan. Di, mana menghasilkan nota hitung dan disarankan keluar SKPLB. Sehingga, PT BI berhak mendapatkan uang atas pembayaran lebih pajak.
"Tommy mengatakan pada terdakwa bahwa SKPLB sudah keluar. Padahal, Tommy wajib menjaga informasi tersebut tidak jatuh kepada pihak-pihak yang tidak berhak. Tommy juga menagih janji terdakwa untuk memberikan imbalan," kata Agus.
Kemudian pada tanggal 11 Mei 2012, SKPLB keluar dengan perhitungan SPT PPh Badan tahun 2010 sebesar Rp 517 juta dan SPT PPn tahun 2003-2010 sebesar Rp 2,9 miliar. Sehingga, jumlah keseluruhan yang akan diterima PT BI sebesar Rp 3,420 miliar.
Namun, janji memberikan uang Rp 340 juta kepada Tommy baru dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 2012. Sebab, PT BI baru menerima dana kelebihan pajak sebesar Rp 3,4 miliar pada tanggal 5 Juni 2012.
Tetapi, akhirnya uang yang diserahkan kepada Tommy hanya sebesar Rp 280 juta karena diambil oleh terdakwa sebesar Rp 60 juta. Hingga, tertangkap KPK pada tanggal 6 Juni 2012 di rumah makan padang di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Atas perbuatannya, James didakwa pidana dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dan terancam dengan hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 250 juta.
Selain itu, James juga didakwa dengana Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dan terancam pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda maksimal Rp 150 juta.