TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manager Pengadaan PT Merpati Nusantara Airlines Tony Sudjiarto bercerita, sekalipun keuangan penerbangan plat merah itu kesulitan keuangan, jajaran direksi yang dipimpin Hotasi Nababan dan bawahan akrab, jauh dari kesan kaku.
Sampai-sampai, kata Tony, setiap pembahasan strategis dan prioritas PT MNA lebih banyak berlangsung di banyak tempat di luar ruang rapat direksi. Hal itu diambil agar suasana obrolan, meski informal, tetap terbuka dan semua orang bisa berpendapat.
"Direksi terbuka untuk urusan perusahaan. Rapat banyak pindah-pindah. Pernah di ruang makan. Semuanya lebih banyak informal," ujar Tony saat bersaksi untuk terdakwa Hotasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (3/12/2012).
Tony, juga didakwa bersama Hotasi dalam kasus korupsi sejuta dollar AS terkait pengadaan dua pesawat jenis Boeing 737-500 dan 737-400, bercerita saat kondisi Merpati terpuruk, lima orang direksi tetap ngotot memperjuangkan sewa pesawat.
Penyewaan pesawat tipe Classic Family ini, upaya keras yang dilakukan direksi sekaligus melaksanakan tiga program prioritas seperti penambahan armada, SDM, dan utang. Semuanya adalah program strategis yang mutlak dilakukan berdasar pengetahuan pemegang saham.
Terkait uang sejuta dollar AS yang dipersiapkan Merpati diambil dari cash plan, yaitu cadangan dana yang dikendalikan unit keuangan untuk digunakan dalam pembayaran program prioritas, salah satunya menyewa dua pesawat di atas.
"Besaran anggaran dananya sudah dialokasikan Desember 2006. Dan saya melihat tidak ada keraguan direksi menandatangani itu. Saya juga tidak mendengar mereka ada yang tidak setuju," terang Tonny lebih lanjut.
Saksi sidang sebelumnya, pengacara Lawrence Siburian menjelaskan dugaan korupsi sejuta dollar AS yang dituduhkan kepada bekas Hotasi dan Tony, adalah uang yang berstatus security deposit atas kesungguhannya menyewa dua pesawat.
Uang ini diserahkan ke Thirdstone Aircraft Leasing Group atau TALG, agen penyewa pesawat, yang menggandeng kantor pengacara Hume & Associates yang secara independen sebagai pemegang security deposit milik Merpati.
TALG memakai uang ini untuk membuktikan keseriusannya menyewa pesawat kepada East Dover, pemilik pesawat sekaligus anak usaha Lehman Brothers, yang memakai jasa pemasaran Bristol Aerospaces. Sehingga urusan sewa menyewa terjadi antara TALG dan Bristol.
Singkat cerita perjanjian antara Merpati dan TALG berjalan lancar, dan disepakati dua belah pihak merujuk Lease of Aircraft Summary of Term atau LASOT, namun belakangan TALG melanggar perjanjian tadi.
Karena pelanggaran sepihak ini membuat direksi Merpati yang dikomandoi Hotasi menolak menyewa dan meminta uang sejuta dollar AS dalam security deposit yang sudah diberikan ke TALG ditarik, dan hal itu sah sesuai perjanjian. Namun, TALG tetap tak mengembalikan uang Merpati.
Klik: