News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi

Kajati DKI Hentikan Kasus Dugaan Korupsi Palyja

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi di perusahaan air PT Pam-Lyonnaise Jaya, sejak 19 Oktober 2012 lalu.

Padahal, proses penyidikan sudah berjalan selama tiga tahun, namun baru diumumkan akhir tahun ini.

"Penyidikan kasus korupsi Palyja sudah dihentikan sejak 19 Oktober 2012. Karena menurut BPK, tidak ditemukan potensi kerugian keuangan negara," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Ranu Mihardja, dalam jumpa pers akhir tahun di Kantor Kajati DKI Jakarta, Jumat (28/12/2012).

Saat dikonfirmasi alasan penerbitan SP3, Ranu justru menyalahkan Badan Pemeriksa Keuangan.

Ranu mengatakan, sejak proses pengusutan kasus dimulai, Kajati DKI justru berpedoman dari data BPK. Tetapi, mendadak BPK meneliti ulang dan menyatakan tidak ditemukan potensi keuangan negara pada proyek bernilai hingga miliaran rupiah itu.

"Jadi ada penjualan aset yang belum dimasukan ke Palyja. Ternyata pas diusut sudah dimasukan. Kami sudah panggil ahli dari BPK. Tetapi akhirnya BPK menyatakan tidak menemukan kerugian keuangan negara," kata Ranu.

Dugaan korupsi PT Palyja muncul saat Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta meminta Kajati DKI segera mengusut pengaduan masyarakat soal penjualan aset dilakukan Palyja dan Aetra. Beberapa aset dijual itu milik PDAM Jaya berupa mobil dan sepeda motor yang telah habis masa pakainya.

Pengusutan kasus dugaan korupsi itu dilakukan berdasarkan hasil audit BPK pada 2009. Mereka menyatakan dalam penjualan aset habis masa pakai milik PT PDAM Jaya diduga ada kerugian negara, mengingat hasil penjualan tidak disetorkan kepada PDAM Jaya selaku pemilik aset, tetapi digunakan Palyja.

Menurut BPK, dalam laporan PT Palyja tahun 2003-2007, nilai penjualan berbagai harta itu mencapai Rp 3,04 miliar.

Tetapi, uang hasil penjualan aset itu tidak disetorkan ke rekening PDAM Jaya, malah masuk ke rekening PT Palyja dan dicatat sebagai pendapatan perusahaan itu.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, penjualan berbagai aset oleh Palyja itu juga dianggap menyalahi ketentuan. Yakni dilakukan tanpa meminta persetujuan terlebih dulu kepada PDAM Jaya.

Meski begitu, Palyja tetap menjual berbagai harta itu hingga 2010, sehingga total nilai aset yang dijual bertambah menjadi Rp 4,33 miliar.

Hal yang sama dilakukan mitra PDAM lainnya, yaitu PT Thames PAM Jaya sebelum berganti nama menjadi PT Aetra Air Jakarta. PT TPJ menjual aset mencapai Rp 3,21 miliar hingga akhir 2010.

Tetapi, ketika BPK mengumumkan hasil penemuan ini, Aetra memutuskan mengembalikan aset itu dengan cara mengurangi hutang PDAM Jaya kepada Aetra

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini