TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam pidato pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum secara tersirat menyatakan 'perlawanan' terhadap orang-orang yang menjadikannya tersangka kasus gratifikasi terkait proyek Hambalang.
Namun, Wakil Sekjen PD Nurhayati Ali Assegaf menilai, pernyataan Anas saat itu hanya emosi sesaat.
"Saya melihat dan mendengarnya, itu adalah emosional sesaat. Harus dipahami, Pak Anas juga manusia biasa," kata Nurhayati di sela rapat DPP PD, di Kantor DPP, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (25/2/2013).
Menurut Nurhayati, sesungguhnya para pengurus DPP PD juga merasa terkejut dan prihatin dengan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anas sebagai tersangka.
"Karena, Pak Anas kader yang baik, dan kami semua tetap berkeyakinan (tidak bersalah). Insya Allah Pak Anas nantinya tidak terbukti, juga Pak Andi Mallarangeng terus kami doakan," tuturnya.
Nurhayati juag meminta publik dan media massa membuat suasana menjadi kondusif, atas prahara yang terjadi di internal PD.
Sabtu (23/2/2013) lalu, Anas menyatakan berhenti dari jabatan Ketua Umum PD, menyusul adanya penetapan tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Hambalang, dari KPK.
Anas mengaku tidak marah dan benci, kendati terjadi beberapa peristiwa politik atau faktor non-hukum, sebelum dirinya ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.
Peristiwa politik itu adalah pidato SBY selaku Ketua MT PD, yang mendesak KPK memberikan kejelasan status hukum Anas, permintaan SBY agar Anas fokus terhadap proses hukum di KPK yang secara tidak langsung sudah memvonisnya sebagai tersangka, keyakinan beberapa petinggi PD bahwa Anas akan menjadi tersangka, hingga bocornya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tersangka Anas Urbaningrum ke publik.
Lebih dari itu, Anas mengaku bahwa penetapan tersangka kepadanya juga terkait proses pemilihan ketua umum PD dalam Kongres PD di Bandung pada Mei 2010 silam. Sebab, sebenarnya saat kongres itu Anas mengaku tidak diharapkan terpilih sebagai ketua umum.
Sementara, Majelis Tinggi PD pimpinan SBY memilih menahan diri untuk tidak menanggapi atas semua 'sindiran dan serangan' Anas. (*)