TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bocornya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Anas Urbaningrum jangan dijadikan alat untuk menggusur atau mengubah komposisi pimpinan KPK yang ada saat ini.
Pakar Komunikasi Politik Universitas. Indonesia (UI) Efendi Gazali mengungkapkan bahwa saat ini aktivis LSM dan akademisi terus mengawasi pengusutan pelanggaran etika kasus tersebut.
"Tapi dari awal kita tahu ada tendensi untuk menggusur satu orang tertentu, mudah-mudahan tidak digunakan. Karena ada bukti pertimbangan kalau tiga lawan dua sudah masuk kolektif koligial. Meskipun yang ditandatangan adalah draf," ungkap Efendi di Rumah Makan Ikan Bakar Banyuwangi, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (11/3/2013).
Selain itu, Efendi berharap dengan adanya permasalahan tersebut jangan sampai mengganggu akselarasi kecepatan KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi.
Menurutnya, dengan adanya kasus bocornya sprindik tersebut terlihat adanya upaya untuk mengganti secara struktural pimpinan KPK.
"Kita dapat gambaran, ini sedang diarahkan pada reposisi atau skala mengganti secara permanen atau struktral pimpinan yang ada di KPK. Tapi bukan Meng-Antasari-kan. Tapi mengubah, menrekomposisi atau mengubah posisi yang ada," terangnya.
Sebuah hal yang wajar, bila dalam proses investigasi pelanggaran etika memakan waktu yang lama, karena harus konprehensif supaya tidak ada kekeliruan dalam hasilnya nanti.
"Kode etik memang agak lama, dalam suatu yang komprehensif. Supaya nanti tidak keliru," ujarnya.
Klik: