TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Percepatan pelaksanaan pemilu untuk memilih presiden baru demi perubahan seperti diwacanakan pengacara gaek Adnan Buyung Nasution mendapat kritik tajam.
Politisi Gerindra, Abdul Harris Bobihoe menolak percepatan pelaksanaan pemilu tidak diharapkan karena kepemimpinan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono masih sah.
"Bagi kita inkonstitusional. Kita tidak menginginkan itu. Ada tahapan untuk pelaksanaan pemilu," ujar Abdul usai diskusi bersama wartawan di Media Center KPU, Menteng, Jakarta, Jumat (22/3/2013).
Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra ini menambahkan, siapapun harus menghormati tahapan pemilu yang sudah ditetapkan KPU berdasar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
"Kecuali, memang ada kepala negara mengundurkan diri. Pasti akan ada pemilu dipercepat," terang Abdul sambil menegaskan, harusnya siapa pun tak memiliki pemikiran pemilu dipercepat.
Mengaca pada kondisi saat ini, lanjut Abdul, tak ada hal krusial untuk mempercepat pemilu. Maka, terkait pergantian kepala negara lewat pemilu harus juga didasarkan pada cara konstitusional.
Sebelumnya, Adnan Buyung mengatakan pemilu harus dipercepat untuk mendapatkan kepala negara yang bersih menyusul Pemerintahan SBY-Boediono telah gagal mensejahterakan rakyat.
Sisa pemerintahan satu tahun setengah, tak bisa lagi dipertahankan. Ia memprediksi sisa jabatan SBY-Boediono tak bisa memberikan jaminan untuk mengeluarkan masyarakat dari kesusahan.
"Kita bisa menuntut untuk jalannya pemerintahan. Rakyat tak pusa dapat meminta pemilu dipercepat dan itu konstitusional. Supaya rakyat dapat memilih presiden yang baru," ujar Adnan Buyung.