News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Isu Kudeta

KSAD Masih Keluarga SBY, Tidak Mungkin Ada Kudeta

Penulis: Ferdinand Waskita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Eva Kusuma Sundari

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari tidak mempercayai adanya kudeta pada hari ini. Menurut Eva, kudeta semestinya melibatkan TNI.  

"Ya Allah, masak kudeta pengumuman sih. Lagian mana pernah ada kudeta di RI yang tidak melibatkan TNI? Sepanjang Presiden happy karena Kasad-nya keluarga sendiri enggak mungkin ada kudeta," kata Eva di Jakarta, Senin (25/3/2013).

Anggota Komisi III DPR itu mengatakan unjuk rasa yang dilakukan sejumlah aktivis merupakan dinamika demokrasi. Hal itu, kata Eva, juga sudah disuarakan sejak SBY berkuasa.

"Tuntutan tersebut ditujukan ke siapapun presiden setelah reformasi dan faktanya pergant presiden tetep ritual 5 tahunan," tuturnya.

Eva pun berpesan kepada SBY untuk tetap tenang menghadapi demonstrasi hari ini.
"Tenang pak, kembali fokus ke pembentukan Pengadilan HAM Adhoc saja. Pikirkan para korban pak, mereka membutuhkan keadilan dari anda," tukasnya.

Sementara Wakil Ketua MPR Hajriyanto mengatakan demonstrasi adalah bagian integral dari ekspresi demokrasi. Kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat dijamin oleh UU.

"Tidak ada satu kekuatanpun di negara demokrasi yang bisa melarang warga negara berdemonstrasi untuk mengekspresikan dan mengartikulasikan aspirasinya, gagasannya, usulannya, rasa ketidakpuasannya, kekecewaannya, ketidakberdayaannya, kejengkelannya, bahkan keputusasaannya melihat keadaan," ungkapnya.

Apalagi, kata Hajriyanto, faktanya kesenjangan antara cita-cita  dan kenyataan historis masih sangat lebar.

"Saya rasa demonstrasi hari tidak benar-benar ingin melakukan apa yg disebut oleh sementara kalangan sebagai bertujuan menurunkan pemerintahan Presiden SBY, apalagi melakukan  kudeta," tuturnya.

Hajriyanto mengatakan mereka
hanya melancarkan kritik yang sangat keras saja. Ia mengibaratkan orang menyetel atau membunyikan radio dan TV dengan nada sangat keras sampai maksimal volumenya.

"Tentu suaranya menjadi sangat keras dan memekakkan telinga orang-orang yang sedang menduduki kekuasaan, bahkan memerahkan telinganya orang-orang yang terlalu dekat dengan kekuasaan," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini