TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Wakil Bupati Bogor, Karyawan Faturachman minta KPK memeriksanya terkait dugaan suap penerbitan izin Tanah Pemakaman Bukan Umum (TPBU) 100 hektare di Jonggol. Ia siap menghadapi risiko terburuk, menyusul terbongkarnya skandal suap Rp 800 juta terkait izin lokasi makam yang menyeret Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Idrus Djuher.
"Saya siap dimintai keterangan KPK. Saat orang-orang KPK datang (menggeledah) kantor, saya justru ajak mereka masuk ruangan saya untuk diperiksa, tapi (petugas KPK) nggak mau," kata Wabup Bogor, Karyawan Faturachman di Bogor, Jumat (19/4/2013) malam.
Pria yang akrab disebut Karfat itu mengakui, selaku wakil bupati ikut terlibat proses pengajuan penerbitan izin penggunakan lahan untuk TPBU di Jonggol. Namun, keterlibatannya sebatas proses administrasi birokrasi.
Karfat mengungkapkan, proses pengajuan izin hingga terbitnya surat izin penggunaan lahan seluas 100 hektare di Jonggol, diketahui sebagian besar dimiliki negara.
Mulanya, Dirut PT Gerindo Perkasa (GP) Sentot Susilo mengajukan permohonan penerbirtan izin ke Badan Perizinan Terpadu (BPT). Semua proses diketahui sesuai SOP. Namun, jika akhirnya ada penyimpangan, Karfat mengaku tak tahu. Kalau kemudian dirinya dianggap ikut bersalah atau melakukan pelanggaran, ia yakin hanya sebatas pelanggaran administrasi terkait penerbitan izin pembangunan lahan makam tersebut.
Ia menjelaskan, apabila berkas pengajuan telah lengkap, maka berkas tersebut diproses BPT dengan tindak lanjut melakukan pemeriksaan lahan bersama stakeholder terkait, sesuai SOP yang ada.
"Seperti mengajak Dinas Tata Letak Ruang dan Pemukiman, Perencanaan Umum," jelasnya. Selanjutnya, jika objek tanah yang diajukan laik dan masuk kategori dibolehkan, BPT akan mengeluarkan surat rekomendasi perizinan pemohon ke Bupati melalui persetujuan dan tandatangan asisten kepala daerah, sekretaris daerah dan Wabup.
Menurut Karfat, orang yang mempunyai kebijakan dikeluarkan-tidaknya perizinan adalah bupati, yakni Rachmat Yasin. Diakui, bahwa surat izin penggunaan lahan untuk TMBU di Jonggol sudah diterbitkan.
"Kalau enggak salah, saya tandatangan surat rekomendasi BPT yang masuk itu Rabu, pekan lalu. Kalau tanggal diterbitkannya saya enggak tahu," aku Karfat. Dari berkas rekomendasi penerbitan izin beserta lampiran persyaratannya, Karfat memastikan tak ada prosedur yang dilanggar.
Dengan begitu, kata Karfat, kalaupun dirinya melakukan pelanggaran, hanya sebatas administrasi terbitnya izin. "Kalau lah saya atau Sekda atau asisten menabrak aturan, kesalahannya bukan suap, tapi adminitrasi," tegas Karfat meyakinkan.
Benarkah? Kasus ini sedang dalam penyidikan dan penyelidikan untuk pengembangan skandal suap. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tegas menyatakan, kasus ini tak berdiri tunggal. Tak hanya melibatkan lima tersangka, termasuk Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Iyus Djuher.
KPK bahkan memberi sinyal adanya keterlibatan Bupati Bogor, Rachmat Yasin. Menurut Bambang, dugaan keterlibatan itu berpijak pada aturan dalam perizinan pengelolaan tanah. Pihak yang memiliki kewenangan penuh adalah kepala daerah, dalam hal ini bupati.
"Memang yang menarik adalah yang mempunyai otoritas mengeluarkan izin tersebut adalah kepala daerah. Tapi, kami belum sampai ke kepala daerah itu. Sekarang sedang memprioritaskan orang-orang yang ditangkap," kata Bambang.
Orang-orang yang ditangkap dan ditahan KPK adalah, Iyus Djuher, Usep Jumenio (pegawai Pemkab Bogor, Listo Welly Sabu (pegawai honorer Pemkab Bogor), Nana Supriatna (swasta) dan Dirut PT GP Sentot Susilo.
Iyus dijerat melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP.
Usep dan Listo dijerat pasal yang sama dengan Iyus. Sedangkan tersangka Sentot dan Nana dijerat Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP.
Penyidik telah menyita barang bukti berupa dua mobil, Toyota Rush dan Toyota Avanza, uang Rp 800 juta dan berbagai dokumen terkait. "Kasus ini sedang kami kembangkan, termasuk keterlibatan pihak-pihak terkait," tegas Juru Bicara KPK, Johan Budi SP. (Abdul Qodir/Nicolas Timothy)