TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Djoko Susilo melalui tim penasehat hukumnya dengan tegas menentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan berbagai opininya.
Pasalnya, sebagaimana tertuang dalam surat keberatan (eksepsi), pihak KPK telah menerapkan hukum secara keliru dalam dakwaan kasus dugaan korupsi simulator SIM dan pencucian uang Djoko Susilo.
"Perlu kami tegaskan disini bahwa kami tidak takut melawan arus atau opini yang berkembang, opini yang melenceng, opini yang bertentangan dengan hukum dan undang-undang, " kata Penasehat Hukum Djoko, Hotma Sitompul saat membacakan surat eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (30/4/2013).
Menurutnya, hal itu perlu dilawan, agar tidak berdampak buruk dalam penegakkan hukum ke depannya.
"Kami akan sangat merasa bersalah bila masalah yang melanggar hukum dan undang-undang yang melenceng ini dibiarkan terus berlanjut, sehingga dapat berakibat negatif kepada masyarakat maupun adik-adik kita, mahasiswa fakultas hukum, yang sedang menempuh pelajaran hukum," kata Hotma.
Kendati demikian, tegas Hotma, bukan lantas pihaknya dalam hal ini membela korupstor dan anti pemberantasan korupsi. Melainkan, pihaknya berharap penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Bila terbukti bersalah, hukumlah. Bila tidak terbukti bersalah, bebaskan. Begitu kata hukum dan Undang-undang," kata Hotma.
hal demikian, ia tekankan perlu dijabarkan dalam persidangan. Mengingat sebelumnya banyak pihak termasuk ahli hukum yang seakan lupa adanya asas 'praduga tak bersalah' dalam hukum Indonesia. Asas tersebut mengartikan seseorang tidak dapat dikatakan bersalah sebelum mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kami ingatkan, sampai detik ini pun, saat nota Keberatan ini kami bacakan, seyogyanya terdakwa masih dianggap tidak bersalah," kata Hotma.