TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prof. Sarlito Himawan dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan mentalitas orang Indonesia harus dikembangkan dan dibinan tak terkecuali para mentalitas pemimpin.
Mentalitas tersebut tercermin saat seseorang berada di jalan atau mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya. Mentalitas buruk dapat tercermin ketika mengendarai kendaraan dengan ugal-ugalan tanpa memerhatikan keselamatan berlalulintas, begitu pula dengan mentalitas yang baik.
"Kita bisa bicara mentalitas untuk birokrat, pimpinan, DPR, menteri, kalau di jalanan bukan mentalitas lagi. Orang sini masuk ke Singapura tertib, orang Singapura ke Indonesia bisa brengsek karena lalu lintas," ujar Sarlito, Sabtu (4/5/2013), di Jakarta.
Namun, seseorang yang mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan tidak bisa disalahkan langsung, tetapi dicari akar masalahnya terlebih dahulu. Sarlito mencontohkan sopir bus angkutan kota yang sering ugal-ugalan di jalan.
"Kenapa sopir tidak tertib? Karena dia harus menanggung semua. Ya harga BBM, biaya perawatan, reduksi tiket pelajar, biaya setoran, ditambah jalanan macet, ya tambah ngaco lagi (jalannya). Pengendara motor juga nggak kalah jeleknya, seperti melawan arus, jembatan penyeberangan, sehingga jalanan jadi jahat," kata Sarlito.
Di sisi lain, Prof. DR. Paulus Wirutomo dari FISIP UI mengatakan transportasi merupakan masalah peradaban bangsa. Bagaimana peradaban bangsa maju dapat dilihat dari cara orang berkendara di jalanan. Seharusnya, pemerintah membenahi sistem transportasi.
Menurut Paulus, seharusnya pemerintah memberikan dana Public Service Obligation (PSO) atau subsidi oleh pengguna Kereta Rel Lsitrik (KRL) Jabodetabek ke semua pengguna jasa kereta api. Tidak perlu memilah-milah siapa yang harus diberikan subsidi dan yang tidak berhak. Karena para pengguna membayar pajak dan pemerintah juga sudah memberlakukan e-KTP.
"Mentalitas di jalan kenapa seperti ini? Bukan dosa bangsa ini, tapi sistem ini harus diperbaiki. Kita perlu desakan, civil society, pemerintahnya yang bebal," tambah Paulus.
"Jangan harapkan kita tertib, kalau sistemnya belum jadi," kata Sarlito.