TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain menegaskan RUU tersebut tidak akan mengancam kebebasan warga negara. Apalagi bila dikaitkan dengan sejumlah pasal-pasal dalam RUU Ormas.
"Oleh karena itu pendapat yang mengatakan bahwa RUU ini akan mengebiri kebebasan warga negara, sebetulnya tidaklah berdasar dan tidak relevan," kata Malik di Jakarta, Minggu (30/6/2013).
Namun, Malik menganggap kritik dan penolakan terhadap RUU Ormas sebagai masukan bagi pihaknya. Politisi PKB itu mengakui kritik tersebut membuat pihaknya berhati-hati dalam memutuskan isi RUU tersebut.
"Kalau kemudian ada tuduhan negatif termasuk ada kepentingan besar di belakang pansus, kami nyatakan sama sekali tidak benar. Kami berusaha tetap jernih dan tidak emosional menyikapi hal itu. Karena itu kami selalu terbuka kpd siapapun, termasuk kepada yang menolak RUU ini," ungkapnya.
Malik menjelaskan sejumlah pasal telah diubah setelah pansus bertemu dengan ormas besar dan masukan saat paripurna. Pertemuan ormas dilakukan Rabu (23/6/2013) yang dihadiri NU, Muhammadiyah, KWI, PGI dan Lembaga Persahabatan Ormas Islam.
Beberapa perubahan itu antara lain ;
1. Pasal 7 tentang pembidangan Ormas, diubah menjadi bidang kegiatan Ormas diserahkan ke AD/ART masing-masing sesuai dengan tujuan dan peran Ormas
2. Pasal tentang Keputusan Organisasi dihapus, diserahkan ke masing-masing Ormas sesuai dengan mekanisme dan AD/ART masing-masing.
"Ini untuk memberikan kebebasan seluas-luasnya agar pembidangan dan penyelesaian sengketa menjadi urusan internal ormas," katanya.
3. Tentang isi AD/ART, hanya menyebutkan nama & lambang, kedudukan, azas, tujuan, kepengurusan, hak dan kewajiban anggota, pengelolaan keuangan, mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan internal.
4. Penegasan, Pendaftaran Ormas bisa berbentuk badan hukum (yayasan atau perkumpulan, SKT, surat keterangan domisili. Ormas berbadan hukum tidak memerlukan SKT
5. Ruang lingkup Ormas (nasional, propinsi atau kabupaten /kota) bukanlah kewajiban tapi hanya opsi untuk kebutuhan pemberdyaan ormas.
6. Pasal 27 : ormas dapat melakukan kegiatan di seluruh wilayah NRI. Tanpa dipengaruhi ruang lingkup Ormas. Artinya ormas apapun level/ruanglingkup bisa dan boleh beraktivitas di manapun.
7. Dalam hal pemberian sanksi, RUU menegaskan konteksnya pembinaan. Sehingga semua sanksi harus melalui SP (surat peringatan) sampai 3 kali
8. Dalam bab larangan pasal 59, ayat 5 dihapus untuk memastikan tidak ada tindakan-tindakan sewenang-wenang dari aparat.
9. Ada penegasan pasal pasal 17 ayat 3, bahwa pemerintah harus menerbitkan SKT dalam jangka 7 hari sejak persyaratan administrasi ormas lengkap.
"Ini memastikan agar tidak ada politisasi misalnya diulur-ulur. Perubahan-perubahan itu lebih banyak mengakomodasi dua hal," katanya.
Pertama, usulan bahwa pemerintah tidak boleh terlalu masuk pada ranah intern ormas. Kedua, wilayah kegiatan dan aktivitas ormas tidak dibatasi. Ketiga, ormas diberikan otoritas untuk mengambil keputusan secara mandiri tanpa intervensi negara.
"Selalu kami tegaskan sejak awal, terutama kepada yang menolak RUU ini, tunjukkan dan sampaikan kepada kami mana bab, pasal-pasal, ayat-ayat atau isi RUU ini yg berpotensi mengancam kebebasan dan berpotensi represif. Prinsip kami jelas : bahwa kebebasan harus dilindungi karena itu perintah UUD," tuturnya.
Malik mengungkapkan RUU tersebut hanya mengelola kebebasan, sesuai perintah UUD, agar kebebasan itu tidak mengancam kebebasan warga negara lain. Situasi seperti ini sangat faktual di kehidupan berbangsa kita.
"Sejak awal pembahasan RUU ini sangat terbuka, tidak hanya mengundang ormas-ormas besar yang memiliki sejarah dan konstribusi cemerlang kepada bangsa ini, aktivis LSM/NGO besar nasional maupun asing, para civitas akademika," katanya.